Crab mentality atau mental kepiting kini menjadi istilah sering terdengar dalam pergaulan maupun lingkungan kerja dewasa muda. Disebut crab mentality karena merupakan metafora dari kepiting di dalam ember. Di mana saat salah satunya berusaha naik, yang lain malah menarik ke bawah.

Konsep ini ditemukan oleh Daniel L. Duke di tahun 1994, saat ia melihat sejumlah sekolah yang menunjukkan resistensi pada perubahan, sehingga menghambat kemajuan peserta didik yang semestinya dapat belajar dengan dinamis dan tidak kaku.

Dalam dunia nyata, hal ini bisa dilihat saat satu atau sekelompok orang mengecilkan impian atau upaya orang lain. Seperti, “Buat apa kuliah di luar negeri?” atau “Untuk apa kerja rajin-rajin, gajinya tetap sama.”

Intinya orang dengan mental kepiting punya prinsip,”kalau aku tidak bisa mendapatkannya, maka dia juga.”

Penting bagi kita untuk memahami bagaimana crab mentality dapat menjadi pengaruh yang besar bagi keberhasilan seseorang serta cara mengatasinya. Yuk cegah diri kita dari pergaulan yang toksik dan menghambat keberhasilan.

Kenali tanda-tanda crab mentality

Crab mentality sering kita temui dalam kehidupan dan pembicaraan sehari-hari. Meski nampak sepele, perkataan dari orang atau kelompok yang tidak ingin seseorang maju biasanya mengindikasikan beberapa hal di bawah ini.

  • Memberi komentar meremehkan atau pesimis akan usaha dan tujuan orang lain
  • Tendensi menghalangi keberhasilan orang lain
  • Disertai kritik yang tidak membangun
  • Terkesan seperti mematahkan semangat orang yang ingin maju
  • Sulit melihat orang lain lebih unggul atau lebih semangat darinya

Hal ini dapat terbentuk karena adanya mindset yang tidak sehat seperti rasa iri, rendah diri, kompetisi yang berlebihan. Faktor lainnya seperti pengalaman akan kegagalan dan ketergantungan berkelompok juga membuat orang-orang dengan mindset ini menahan rekan mereka untuk berkembang.

Dampak negatif yang perlu diwaspadai

“Mental Kepiting” dapat berdampak negatif baik bagi perkembangan seseorang. Baik yang memiliki pola pikir tersebut, maupun yang mereka yang diremehkan oleh golongannya. Di antaranya sebagai berikut.

  • Rasa optimis dan percaya diri yang sulit berkembang, bahkan berangsur menurun
  • Penurunan motivasi
  • Penurunan kreativitas dan inovasi karena serangan komentar negatif dan kritik yang menjatuhkan
  • Self sabotage, meragukan kemampuan diri sendiri

Berada dalam lingkungan dengan mindset seperti ini dapat menjadi tantangan sekaligus hambatan bagi mereka yang ingin berkembang, sebab menyebabkan stagnasi dalam berbagai aspek kehidupan.

Strategi menghindari crab mentality

Menghadapi lingkungan dan komentar negatif memang tidak mudah, tetapi ada beberapa strategi yang dapat kita upayakan untuk mencegah crab mentality menghambat langkah perkembangan kita.

1. Memilih lingkungan yang tepat

Temukan lingkungan atau komunitas yang anggotanya suportif, memiliki semangat saling berbagi wawasan dan informasi untuk keberhasilan satu sama lain. Pertahankan support system yang memiliki visi serupa akan memberikan nilai lebih kondusif untuk perkembangan kita.

Di samping itu, bangun hubungan baik dengan mentor di bidangnya untuk memperkaya perspektif dan memberikan motivasi bijaksana.

2. Menetapkan batasan personal dan berani bilang ‘tidak’

Prioritaskan kesehatan mental dengan mengambil jarak dari lingkungan yang toksik dan menghambat kemajuan. Termasuk berani mengatakan “tidak” pada energi negatif yang mereka sampaikan.

3. Penguatan growth mindset

Navigasi diri untuk tetap fokus pada tujuan pribadi. Saring kritik yang membangun sebagai bahan evaluasi positif untuk memperkuat resiliensi mental. Melatih diri untuk menemukan pelajaran dan hikmah dari kegagalan atau tantangan yang dialami.

Dengan menerapkan beberapa cara di atas, kita dapat membebaskan diri dari lingkungan yang toksik serta membangun ruang untuk terus meningkatkan kapasitas dan perkembangan diri ke arah yang lebih baik.

BACA JUGA: Membangun Social Networking di Awal Karir secara Efektif, Ini Tips Arsjad Rasjid

Crab mentality di sekitar kita dapat berpengaruh besar terhadap berbagai aspek, baik itu mindset maupun produktivitas sehari-hari. Asertivitas untuk tetap fokus terhadap goal yang ingin dicapai dan beralih pada pergaulan maupun support system yang lebih sehat, akan menyelamatkan kita dari stagnasi yang menghalangi keberhasilan.

You may also like

More in News