Nilai tukar mata uang merupakan harga mata uang suatu negara yang harus dibayarkan untuk bisa mendapatkan satu unit mata uang masing.
Konsep ekonomi ini perlu diketahui setiap orang karena berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan, terutama yang berhubungan dengan transaksi keuangan. Seperti berinvestasi, membeli produk impor, traveling dan lain sebagainya.
Arsjad Rasjid mengajak kita memahami nilai tukar mata uang, sekaligus mengapa nilainya fluktuatif atau berubah-ubah. Simak penjelasannya di bawah ini.
Daftar Isi
Ketika nilai tukar mata uang 1 USD = Rp 16000
Supply and demand mata uang
Faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang
1. Ekspor dan Impor
2. Inflasi
3. Investasi
4. Suku Bunga
5. Neraca perdagangan
Arsjad Rasjid tentang mengembalikan performa rupiah
Ketika nilai tukar mata uang 1 USD = Rp 16000
Beberapa waktu lalu, harga 1 USD sudah menyentuh Rp 16000. Namun hal ini bisa berubah-ubah setiap saat, atau istilahnya adalah fluktuatif.
Perubahan ini seringkali terjadi seiring adanya pergeseran dalam sentimen pasar global. Sehingga menyebabkan nilai valuta asing yang dinamis dan perubahan nilai tukar dalam waktu singkat.
Di samping itu, setiap transaksi perdagangan internasional atau perubahan kebijakan ekonomi bisa berdampak terhadap nilai tukar tersebut. Sebagai contoh, saat investor merasa ekonomi AS lebih stabil, dapat menyebabkan permintaan akan dolar AS meningkat dan harganya pun naik terhadap mata uang lain.
Supply and demand mata uang
Dari contoh permintaan akan dolar AS tersebut, konsep dasar yang berdampak pada nilai tukar tersebut adalah supply and demand (permintaan dan penawaran). Yaitu kondisi pasar di mana permintaan untuk salah satu mata uang meningkat sehingga nilainya cenderung naik.
Misalnya, ketika ada banyak investor asing yang ingin membeli aset di Indonesia, menyebabkan permintaan rupiah meningkat dan nilai mata uangnya naik terhadap mata uang asing lainnya.
Faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang
Selain supply and demand, ada sejumlah faktor yang dapat berdampak terhadap fluktuasi nilai mata uang. Berikut ini penjelasan lengkapnya.
1. Ekspor dan Impor
Saat negara lebih banyak mengekspor daripada melakukan impor, dapat mempengaruhi peningkatan permintaan mata uang negara tersebut, sehingga meningkatkan nilai tukarnya. Sebaliknya, saat terjadi defisit perdagangan, harga nilai tukar mata uangnya cenderung turun.
2. Inflasi
Tingkat inflasi rendah dapat meningkatkan nilai mata uang. Sebab hal ini menunjukkan daya beli yang relatif lebih tinggi dari negara lain. Sedangkan saat inflasi meningkat, dapat menurunkan nilai tukar mata uangnya karena merefleksikan daya beli mata uang tersebut.
3. Investasi
Iklim investasi suatu negara dapat menentukan nilai mata uang lokal. Sebagai contoh, ketika iklim investasi negara tersebut aman dan sehat, dapat menarik banyak investasi asing. Tentunya hal ini dapat menguatkan nilai mata uang negara tersebut.
4. Suku Bunga
Ketika suku bunga lebih tinggi dan menawarkan pengembalian yang lebih menguntungkan pada investor juga dapat meningkatkan nilai mata uang. Sedangkan saat suku bunga lebih rendah dapat mempengaruhi daya tarik nilai mata uang tersebut untuk investor asing.
5. Neraca perdagangan
Neraca perdagangan yang mengindikasikan nilai ekspor lebih besar daripada impor juga dapat meningkatkan antusiasme atas permintaan mata uang negara tersebut. Dengan demikian memperkuat nilai tukarnya terhadap mata uang asing.
Dengan demikian, ada banyak hal yang dapat berpengaruh terhadap nilai mata uang. Meski berhubungan dengan kegiatan ekonomi global, dampaknya juga bisa terasa pada kehidupan sehari-hari. Seperti terhadap harga kebutuhan pokok, bahan baku industri serta kestabilan ekonomi lainnya.
Arsjad Rasjid tentang mengembalikan performa rupiah
Membahas tentang bagaimana cara mengembalikan nilai tukar rupiah merupakan diskusi yang kompleks. Namun, daripada fokus dengan angka tertentu, Arsjad menekankan pentingnya stabilitas nilai tukar rupiah.
Belajar dari situasi di tahun 1997 di mana rupiah pernah menyentuh Rp 5.000 sebelum krisis moneter di tahun 1998 menyebabkan nilainya anjlok hingga ke Rp 16.800. Presiden Indonesia kala itu, B. J. Habibie melakukan reformasi struktural dan kebijakan moneter sehingga berhasil menguatkan kembali nilai rupiah di Rp 6.550.
Langkah yang diambil saat itu adalah peningkatan suku bunga, restrukturisasi perbankan dan independensi pada BI. Namun, Arsjad Rasjid menekankan bahwa situasi saat ini berbeda, sebab melemahnya nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh kondisi global seperti ketidakpastian pasar, perubahan Fed Funds Rate, penguatan dolar AS, dan ketegangan geopolitik.
Hal ini menyebabkan solusinya tidak semudah penerapan kebijakan di pemerintahan sebelumnya. Karena itu, Arsjad mengajak semua pihak untuk fokus pada stabilitas nilai tukar rupiah dengan lebih banyak membeli produk lokal, meramaikan pariwisata serta melakukan investasi dalam negeri.
BACA JUGA: Alasan Kenapa UMKM Adalah Pilar Penopang Ekonomi Nasional
Dengan optimisme tersebut dapat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan ekonomi yang terjadi saat ini. Memahami nilai tukar mata uang juga membantu kita melakukan pertimbangan finansial dengan lebih matang, terutama bagi yang ingin berinvestasi jangka panjang. Dengan memahami mekanisme ini, kita lebih siap melakukan mitigasi risiko dalam berinvestasi atau memanfaatkan peluang keuangan lainnya.














