Petty corruption adalah korupsi kecil yang seringkali dianggap sepele, tetapi berdampak besar dalam merusak moral dan sistem dalam jangka panjang.
Istilah ini mungkin belum banyak dikenali oleh umum, meskipun praktiknya bisa saja sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana korupsi, meskipun kecil tetap dapat menjadi ancaman bagi kemajuan dan integritas suatu bangsa.
Arsjad Rasjid mengajak kita memahami tentang petty corruption agar dapat menghindari dan mencegah praktik korupsi atau suap di sekitar kita. Simak ulasannya berikut ini.
Daftar Isi
Petty corruption adalah praktik yang rawan terjadi dalam keseharian
Faktor penyebab maraknya praktik korupsi kecil
Waspada dampak petty corruption
1. Dampak terhadap moral
2. Dampak sosial
3. Dampak sistemik korupsi yang lebih besar
Petty corruption adalah praktik yang rawan terjadi dalam keseharian
Petty corruption atau korupsi kecil merupakan sebuah praktik korupsi dalam nilai yang relatif kecil sehingga lama kelamaan menjadi kewajaran atau lumrah. Seringkali kita tidak menyadari bahwa telah melakukannya, karena bisa terjadi dalam interaksi sehari-hari.
Praktiknya tidak selalu dalam bentuk uang. Beberapa contoh korupsi kecil ini antara lain sebagai berikut.
- “Nebeng” fasilitas kantor untuk penggunaan pribadi. Seperti memakai printer kantor tetapi untuk keperluan lamaran ke perusahaan lain.
- Janji temu dengan teman pukul 10.00 tetapi memilih berangkat pukul 9.55 padahal waktu tempuh 20 menit. Dengan mindset bahwa kita akan dimaklumi walau sedikit terlambat, padahal ini termasuk mencuri waktu orang lain.
- Saat anak diminta belanja oleh orang tuanya, tetapi tidak mengembalikan uang sisa sesuai nominal yang seharusnya. Hal ini termasuk korupsi kecil karena transparansi dalam hal keuangan dapat menjadi kebiasaan yang kita bawa di masa depan.
Meskipun nilainya tidak seberapa dan berkesan sebagai itikad baik, hal seperti ini dapat menjadi kebiasaan yang berpengaruh pada sistem dan moral dalam jangka panjang.
Faktor penyebab maraknya praktik korupsi kecil
Berbagai faktor dan motif dapat melatarbelakangi terjadinya petty corruption. Namun seringkali karena sering dianggap ‘kecil’ atau ‘sepele’ sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dalam kehidupan sehari-hari atau diturunkan hingga generasi berikutnya.
Di samping itu, beberapa faktor penyebabnya antara lain adalah berikut ini.
- Ketidakjelasan prosedur yang menyebabkan masyarakat terdesak mendapatkan layanan administrasi dengan cepat. (Rawan terjadi saat membuat surat izin atau surat keterangan.
- Budaya dan kebiasaan yang menormalisasi praktik seperti ‘uang rokok’ atau ‘uang terima kasih’.
- Faktor ekonomi, di mana pihak yang mendapat uang atau keuntungan dari praktik ini menganggapnya sebagai tambahan penghasilan.
- Rendahnya kesadaran dan pengawasan untuk menegakkan aturan serta hukum terkait korupsi baik besar maupun kecil, menyebabkan praktik ini sulit diberantas.
Waspada dampak petty corruption
Sekecil atau se-sepele apapun praktik korupsi yang dilakukan, dapat memberi dampak dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya menyangkut pribadi, tetapi juga sistem dan budaya suatu bangsa. Berikut ini penjelasannya:
1. Dampak terhadap moral
Mindset yang menormalisasi korupsi kecil dapat mengikis integritas dan moral individu. Bukan hanya dari pihak pemberi, tetapi juga yang menerima gratifikasi.
2. Dampak sosial
Praktik petty corruption sekecil apapun nilainya masih termasuk dalam kategori korupsi. Sehingga bila diwajarkan, dapat menurunkan tingkat kepercayaan terhadap suatu sistem atau institusi.
Di samping itu, hal ini dapat membangun mentalitas timbal balik yang tidak sehat, karena melanggengkan ‘suap’ atau ‘pelicin’ untuk dapat melancarkan suatu urusan.
3. Dampak sistemik korupsi yang lebih besar
Pada akhirnya bila korupsi kecil ini menjadi kebiasaan, dapat berdampak jangka panjang menjadi korupsi yang lebih besar. Sehingga menimbulkan kerugian yang lebih signifikan pada banyak pihak.
BACA JUGA: Privilege adalah Fasilitas, tapi Kemandirian Menghasilkan Kepemimpinan Berintegritas
Meski sepele, petty corruption bukan kebiasaan yang sehat untuk dipelihara. Hindari mewajarkan hadiah gratifikasi, uang pelicin atau memanfaatkan fasilitas dan kemudahan untuk hal-hal yang tidak semestinya. Dengan demikian, kita dapat membangun ketahanan diri yang lebih baik terhadap korupsi baik kecil maupun besar.