Ekspektasi adalah harapan yang mendorong kita pada masa depan, tetapi di sisi lain juga dapat terasa seperti beban yang berat. Baik itu ekspektasi dari diri sendiri maupun dari orang lain, sering kali menimbulkan tekanan yang tidak bisa dihindari.

Generasi masa kini kerap terjebak dalam tekanan atas harapan-harapan tersebut karena tumbuh di era digital yang menuntut serba cepat, sukses secara materi hingga kesempurnaan hidup. Sehingga tidak jarang malah menimbulkan stres, kecemasan, serta permasalahan mental lainnya.

Namun, Arsjad Rasjid percaya bahwa ekspektasi adalah bagian dari energi positif, bila kita dapat mengelolanya dengan baik. Bagaimana caranya? Mari simak tips mengelola pikiran dan harapan agar dapat meraih motivasi menuju kesejahteraan pencapaian hidup maupun mental.

Ekspektasi adalah Energi Positif, Cerminan dari Pygmalion Effect

Arsjad Rasjid meyakini bahwa ekspektasi dari orang lain itu, tak melulu tentang beban. Ada sebuah konsep bernama Pygmalion Effect yang berasal dari ilmu psikologi pendidikan. Teori ini menjelaskan bahwa ekspektasi dari pemimpin atau guru, dapat menjadi motivasi yang meningkatkan performa kinerja individu.

Arsjad mencontohkan dalam kasus yang lebih relevan dengan anak muda, yakni ketika seorang dosen minta judul skripsi diganti. Hal ini tentu akan menyesakkan bagi mahasiswa, tetapi ekspektasi sang dosen bukan dimaksudkan untuk menjadi beban. Melainkan agar peserta didiknya dapat mencapai potensi maksimal mereka.

Saat seseorang merasa diharapkan, hal ini dapat menjadi energi positif yang mendorong mereka mencapai harapan tersebut. Bahkan, menumbuhkan growing mindset dan rasa percaya diri dalam diri mereka.

Performa kinerja maupun produktivitasnya pun bukan tidak mungkin akan meningkat. Dengan catatan, orang tersebut mendapatkan ekspektasi positif serta afirmasi yang baik.

Ekspektasi dan Subjektivitasnya

Meskipun Pygmalion Effect menekankan dampak positif ekspektasi, perlu diingat bahwa ekspektasi tetap subjektif. Tidak semua orang merespons ekspektasi dengan cara yang sama.

Bagi sebagian orang, ekspektasi bisa menjadi motivasi. Namun, bagi yang lain, ekspektasi justru bisa terasa membebani. Jika ekspektasi dirasakan sebagai beban, ini dapat memicu stres, kecemasan, hingga menurunkan produktivitas.

Oleh karena itu, Arsjad Rasjid berpesan bahwa ekspektasi sebaiknya tidak disamaratakan pada semua orang, karena sejatinya tiap individu adalah pribadi yang unik. Termasuk bagaimana cara mereka mengelola ekspektasi dan tekanan yang diterima.

Dalam hal ini, komunikasi dan empati antara orang yang berekspektasi dan penerimanya, berperan penting agar tidak berujung saling kecewa atau bahkan perselisihan.

Arsjad Rasjid: Kelola ekspektasi dengan bijak

Bagaimana cara agar dapat mengelola ekspektasi yang kita berikan atau yang diamanahkan pada kita? Ada beberapa mindset yang dapat diterapkan, seperti di bawah ini.

1. Ekspektasi tidak selalu jadi beban, melainkan peluang untuk berkembang

Pertama, kita sendiri perlu mengidentifikasi bagaimana ekspektasi ini dapat menjadi peluang untuk berkembang. Bila berhasil, maka kita mencapai tujuan. Bila tidak berjalan sesuai harapan, artinya kita telah belajar sesuatu dari pengalaman tersebut.

2. Belajar fleksibel agar tidak kecewa berlebihan

Cara kedua agar kita dapat mengelola ekspektasi dengan baik adalah menyadari pentingnya keseimbangan antara realitas dan optimisme. Belajar fleksibel dalam menghadapi apapun hasil yang diraih, sehingga tidak mudah kecewa terlalu dalam saat gagal, serta tidak berhenti belajar meski sudah mencapai tujuan.

Ekspektasi yang tidak dikelola dapat membuat kita terpaku pada hasil akhirnya, sehingga kehilangan kesempatan untuk berkembang dari keberhasilan maupun kegagalan yang diraih. Namun bila dikelola dengan tepat, dapat menjadi energi yang mendorong untuk terus maju dan berkembang.

BACA JUGA: Ketika Realita Tidak Sesuai Ekspektasi Ini yang Sebaiknya Dilakukan

Kesimpulannya, ekspektasi adalah energi yang bila kita kelola dengan baik, dapat menjadi sarana mengembangkan diri melalui pengalaman keberhasilan maupun kegagalan. Bijak dan empatik dalam menaruh atau menerima harapan, melatih kita agar tidak mudah menjadikannya beban. Sebaliknya, lebih dinamis dalam menghadapi kehidupan.

You may also like

More in News