Saat ini Indonesia sedang mengupayakan untuk menjadikan halal hub sebagai platform rantai pasok. Diharapkan, dengan adanya halal hub, akan lebih mudah bagi para pengusaha di negeri kita untuk menjalin simpul-simpul kerja sama dalam memproduksi, memanajemen, berkonsultasi, hingga melakukan sertifikasi berbagai produk halal agar pemasarannya semakin mudah.
Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 270 juta jiwa dan mayoritas beragama Islam, Indonesia punya potensi besar menjadi halal hub di level internasional. Sebuah sumber daya yang sangat baik bila kita bisa memanfaatkan dengan maksimal.
Kemudahan usaha dengan halal hub
Seperti yang sudah disebutkan di atas, halal hub merupakan jaringan kerja sama kegiatan untuk produksi, manajemen, sampai konsultasi dan sertifikasi oleh negara-negara yang berkepentingan untuk mengembangkan dan memperluas pemasaran produk halal.
Dengan dibantu penyelenggara, yaitu organisasi atau badan-badan terkait, para produsen akan lebih mudah menyepakati aspek halal dan memasarkan produk-produk mereka kepada konsumen yang membutuhkan. Di sini simpul halal hadir sebagai platform terpercaya yang bisa menjadi penghubung rantai pasok produk halal global. Sebuah visi yang sangat bermanfaat bagi para pengembang bisnis halal yang ingin go international.
Kesempatan besar yang harus diraih Indonesia
Indonesia, dengan sumber daya manusia yang mencukup, dirasa mampu untuk menjadi halal hub yang memiliki peran besar bagi perdagangan global. Optimisme ini disampaikan oleh Arsjad Rasjid, CEO dari PT Indika Energy Tbk. yang bergerak di bidang batu bara, energi, dan berbagai diversifikasi lainnya.
Memulai sharing-nya di media sosial, Arsjad Rasjid berbicara tentang pentingnya Indonesia menjadi halal hub untuk pasar global. Ia juga mengingatkan tentang negara kita yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia yang berarti bahwa Indonesia berpotensi besar menjadi pasar dan ekonomi halal yang terbesar.
“Indonesia menempati posisi keempat dalam Global Islamic Economic Indicator pada tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Dinar Standard,” ungkap Arsjad.
Ia kemudian membandingkan peringkat ini dengan negara-negara Islam lainnya. Yang menarik, negeri tetangga Malaysia, dengan populasi yang tentunya lebih sedikit dari Indonesia, justru bisa menjadi peringkat pertama di Global Islamic Economic Indicator.
Dengan sumber daya manusia yang lebih unggul dari Malaysia, mengapa Indonesia berada di peringkat keempat?
Kolaborasi berbagai pihak untuk mendukung UMKM masuk ke rantai pasok halal
Menurut Arsjad Rasjid, Indonesia perlu lebih meningkatkan performa untuk menunjukkan bahwa kita bisa menjadi pemain besar dalam halal hub. Ada enam indikator dalam menentukan peringkat Global Islamic Indicator Score ini. Mulai dari ketersediaan menu-menu halal, pariwisata yang ramah bagi muslim, modest fashion, farmasi dan kosmetik, serta media dan kreasi.
Di sisi lain, pemerintah juga terus berjuang mewujudkan visi mereka untuk menjadikan Indonesia sebagai Global Halal Hub dan produsen halal bagi masyarakat dunia di tahun 2024. Agar bisa mencapai kepemimpinan di halal hub, Arsjad Rasjid menyarankan agar para pemangku kebijakan dan pengusaha halal Indonesia untuk mulai melakukan kolaborasi di berbagai bidang.
Indonesia sendiri memiliki kekuatan besar di sektor UMKM sehingga Arsjad menganggap perlu bagi para stakeholders untuk merangkul dan memberi dukungan bagi mereka yang ada di lapisan ini.
“Jadi gotong royong, utamanya pemerintah dan sektor swasta untuk membantu UMKM dalam memasuki halal value chain,” terang Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia tersebut.
BACA JUGA: Visi Misi Roadshow ASEAN BAC yang Dilakukan Arsjad Rasjid
Jadi, siap tidaknya Indonesia sebagai halal hub untuk global itu tergantung dari kita sendiri. Maukah setiap elemen mau saling bergandeng tangan, bekerja sama dan berkolaborasi untuk mencapai visi tersebut?