Tidak banyak generasi muda mau menjadi petani milenial, karena masih banyak yang menganggap bahwa kerja kantoran lebih bergengsi. Namun, tidak dengan Adi Latif Mashudi, yang melepas gaji puluhan juta di Korea untuk kembali ke Blora.
Sempat bimbang dan membawa daftar tujuh pekerjaan yang ia pertimbangkan saat melaksanakan haji, siapa sangka pilihan sebagai petani melon menjadikan dirinya sukses. Bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi masyarakat di kampung halamannya.
Kisah si petani milenial ini menjadi topik menarik yang dibahas Arsjad Rasjid agar dapat menjadi motivasi generasi muda yang tengah mengejar mimpi mereka. Mari kita simak kisahnya di bawah ini.
Daftar Isi
Sebelum jadi petani milenial, Adi bercita-cita ingin kuliah
Kuliah, bekerja hingga sempat naik haji saat di Korea Selatan
Pulang ke kampung halaman menjadi petani melon
Petani milenial bangun ekosistem pertanian di desa dengan modal sendiri
Sebelum jadi petani milenial, Adi bercita-cita ingin kuliah
Awalnya, Adi Latif Mashudi merupakan siswa SMK Pelita Japah Jurusan Teknik Otomotif. Saat pertama kali mengikuti program Bahasa Korea di sekolah, ia tidak berniat untuk benar-benar berangkat ke Korea, dan hanya ingin mengisi waktu luang. Ternyata belajar bahasa membuatnya tahu apa saja fasilitas dan kesempatan yang tersedia jika ingin bekerja di Korea Selatan.
Cita-cita Adi sesungguhnya adalah ingin kuliah setelah lulus SMK. Sayangnya, biaya menjadi kendala yang membuat orang tuanya tidak memperbolehkan Adi untuk melanjutkan pendidikan ke universitas.
Setelah lulus SMK, Adi sempat melamar kerja ke sejumlah perusahaan. Namun, tidak ada satupun yang berhasil lolos.
Kuliah, bekerja hingga sempat naik haji saat di Korea Selatan
View this post on Instagram
Meskipun belum berhasil untuk melanjutkan kuliah atau bekerja, ternyata nasib baik berpihak pada Adi. Tahun 2015, pemuda lulusan sekolah kejuruan jurusan Teknik Otomotif ini diarahkan untuk mengikuti kursus Bahasa Korea di Kabupaten Pati dengan harapan bisa bekerja di sana.
Namun, karena beberapa alasan, Adi baru bisa pergi ke Korea Selatan pada tahun 2017. Sambil menunggu keberangkatan, ia sempat dipercaya untuk menjalankan tugas sebagai pengelola asrama dan koperasi, tukang panen ayam, sampai akhirnya diangkat sebagai staf kantor.
Di tahun 2017, Adi memulai karir di Korea Selatan sebagai operator produksi di perusahaan pembuat spare part mesin cuci LG. Penghasilannya mencapai Rp30 hingga Rp35 juta.
Selain bekerja, Adi akhirnya bisa mewujudkan harapannya untuk kuliah setiap akhir pekan di Universitas Terbuka yang menjalin kerjasama dengan Yeungnam University. Karena kuliah sambil bekerja, terkadang ia harus membagi waktu antara shift malam dan pergi ke kampus pada pagi harinya.
Adi juga sempat naik haji menggunakan kuota Korea Selatan saat masih di sana. Pada saat menunaikan ibadah inilah Adi meminta petunjuk dengan membawa daftar tujuh pekerjaan yang ia pertimbangkan untuk masa depannya.
Meski takut tidak akan sesukses di Korea Selatan saat kembali ke Tanah Air, setelah menunaikan ibadah haji, Adi mantap kembali ke Indonesia usai merampungkan studinya.
Pulang ke kampung halaman menjadi petani melon
View this post on Instagram
22 Juli 2023, Adi kembali ke kampung halamannya dan memilih untuk menjadi petani hidroponik, meneruskan latar belakang keluarganya yang juga petani. Tak jarang, orang berkomentar tentang profesinya yang kadang dianggap sia-sia karena terlanjur sekolah tinggi sampai ke luar negeri.
Namun, Adi tetap teguh menjalankan pilihan yang ia dapatkan usai ibadah haji tersebut. Malah pria kelahiran 25 April 1997 itu, sukses mengelola lahan sebesar 2000 meter persegi untuk mengembangkan tiga jenis melon dengan harga sekitar Rp30 ribu per kilonya.
Melon yang dikembangkan oleh Adi adalah jenis New Kinanti yang berbentuk bulat, berwarna keemasan dengan tekstur kulit mulus. Berikutnya ada, Sweet Lavender yang berbentuk lonjong, dengan tekstur kulit berjaring dengan warna kuning. Serta jenis Rangipo-RZ Lavender yang berbentuk bulat dengan kulit hijau berjaring dan sedikit biji.
Petani milenial bangun ekosistem pertanian di desa dengan modal sendiri
Meski kembali ke desanya untuk menjadi petani, Adi tidak datang dengan tangan hampa. Tabungan selama di Korea Selatan menjadi modal untuk mengembangkan varietas yang ada di lahan tersebut, seperti menanam alpukat, stroberi, dan durian.
Ia juga melakukan budidaya lele dan nila, serta mengoptimalkan modal sebesar Rp 700 juta untuk mengembangkan Agrowisata Girli Farm. Di mana Adi berharap dengan adanya Girli Farm ini, bisa membangun ekosistem pertanian, peternakan dan perikanan yang saling terintegrasi.
Hal ini tidak lepas dari keyakinan Adi bahwa kebangkitan ekonomi bangsa bisa dimulai dari potensi agrowisata di desa. Untuk membangun Girli Farm, Adi sepenuhnya menggunakan biaya pribadi yang ia tabung selama di Korea Selatan tanpa pinjaman.
Upaya Adi ini berdampak luas pada pemberdayaan SDM di tempat asalnya. Selain itu, ia masih memiliki rencana untuk mengajak rekan sesama pekerja migran untuk membuat lembaga pendidikan Bahasa Korea.
Tujuannya agar lebih banyak muda-mudi Blora yang nanti bisa berbahasa dan mencari pengalaman kerja di Korea Selatan. Bukan tanpa alasan, hal tersebut karena ia merasakan sendiri fasilitas serta penghasilan yang menjanjikan.
BACA JUGA: Program Cakra Desa oleh Kadin Jabar dan Crowde Berhasil Berdayakan Puluhan Petani di Sumedang
Adi si Petani Milenial asal Blora telah membuktikan bahwa dengan kegigihan dan ketekunan, kita bisa meraih kesuksesan. Namun tak cukup sampai di situ, jangan lupa untuk menjadi insan sukses yang juga bisa berdampak bagi siapapun, terutama lingkungan terdekat di sekitar kita.