Dalam sejarah, Kongres Perempuan Indonesia pertama kali pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, merupakan momentum penting bagi perjuangan hak dan kesejahteraan wanita Tanah Air ke depannya. Di samping itu, kini setiap tanggal tersebut, Indonesia memperingati Hari Ibu.

Kongres Perempuan Indonesia I lahir dari kesadaran akan pentingnya hak-hak perempuan yang masih terpinggirkan pada masa itu. Dari kongres yang digawangi sejumlah tokoh penggerak perempuan kala itu, menghasilkan sejumlah keputusan yang memberikan dampak positif terhadap kehidupan wanita Indonesia masa kini. Simak uraian sejarahnya berikut ini.

Kongres Perempuan Indonesia I

Perempuan Indonesia telah lama menjadi pilar perjuangan bangsa. Bukan hanya mendampingi, tetapi juga turut bergerak dan memimpin untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa, dengan semangat kesetaraan dan keadilan.

Pada tahun 1928 tersebut, pergerakan organisasi di Indonesia juga tak lepas dari ada sejumlah organisasi perempuan. Pada masa itu, mereka mengadakan pertemuan untuk berdiskusi dan mencari solusi atas berbagai permasalahan dan tantangan dalam mewujudkan keadilan atas hak-hak perempuan demi generasi masa depan yang lebih baik.

Momen tersebut tercatat sebagai Kongres Perempuan Indonesia I yang diprakrarsai oleh sejumlah tokoh pergerakan perempuan seperti Raden Ayu Soekanto dari perkumpulan Wanita Oetomo, Sutartinah atau Nyi Hajar Dewantara, yang merupakan istri Ki Hajar Dewantara dan berasal dari perkumpulan wanita Taman Siswa, serta Soeyatin dari perkumpulan Puteri Indonesia.

Inisiatif penting lahir dari Kongres Perempuan Indonesia

Terdapat beberapa keputusan penting yang kemudian menjadi landasan perjuangan perempuan di masa depan. Beberapa inisiatif tersebut antara lain adalah di bawah ini.

1. Pembentukan Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI)

PPPI berdiri untuk mewadahi berbagai organisasi perempuan sehingga dapat berkolaborasi dengan lebih efektif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Dengan kesadaran akan pentingnya persatuan dalam pergerakan, mempercepat tercapainya tujuan bersama.

2. Pendirian Studiefonds untuk membantu perempuan kurang mampu

Kongres ini memutuskan untuk membuat studiefonds, sebuah inisiatif pendanaan pendidikan agar perempuan yang kurang mampu tetap dapat melanjutkan pendidikan. Hal ini menekankan pendidikan bagi wanita sebagai upaya menciptakan generasi unggul masa depan.

3. Pencegahan Perkawinan Anak

Kongres tersebut juga menyoroti dan menentang perkawinan anak yang marak dalam praktik tersebut. Oleh karena itu kongres berupaya melindungi hak-hak anak perempuan untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan yang layak.

Kongres Perempuan Indonesia selanjutnya terus bergulir hingga beberapa tahun setelahnya dalam mengupayakan keadilan dan kesetaraan untuk permasalahan dan tantangan kehidupan perempuan di masa perjuangan. Hasil dari Kongres Perempuan Indonesia II, III dan IV antara lain adalah di bawah ini.

  • Menegaskan perempuan sebagai Ibu Bangsa: Hal ini disuarakan pada Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta tahun 1935 di mana para perempuan menegaskan peran mereka yang bertanggung jawab mendidik generasi muda berjiwa kebangsaan.
  • Menyetujui RUU Perkawinan Modern: Inisiatif ini lahir dari Kongres Perempuan Indonesia III yang digagas oleh Maria Ulfah. Di mana hukum perkawinan masa itu yang dipandang tidak adil bagi perempuan. Sebagai contoh, perempuan dipersulit saat mengajukan permohonan perceraian, tetapi sebaliknya dengan laki-laki yang mudah menceraikan istri kapan saja. Inisiatif ini menekankan pentingnya keadilan baik bagi laki-laki maupun perempuan dalam mengajukan perceraian.
  • Memberikan hak memilih dan dipilih pada perempuan dalam Volksraad (Dewan Rakyat): Inisiatif ini lahir pada Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung pada tahun 1938). Kemudian diusulkan kembali pada Kongres Perempuan Indonesia IV di Semarang tahun 1941.
  • Mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran di sekolah: Usulan ini disampaikan pada Kongres Perempuan Indonesia IV di Semarang tahun 194i. Kongres menganjurkan usulan ini pada setiap anggota Dewan Rakyat agar Bahasa Indonesia menjadi kurikulum dalam sekolah menengah atas.

Tanggal Kongres Perempuan Indonesia I kemudian diperingati sebagai Hari Ibu

Tanggal pergerakan perempuan lewat Kongres Perempuan Indonesia I tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Ibu. Hal ini sendiri baru diumumkan pada Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung tahun 1938 dan ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959.

Namun makna di balik Hari Ibu bukan sekedar tentang peran ibu dalam keluarga, melainkan sebagai pengingat perjuangan perempuan Indonesia untuk dapat mencapai kesetaraan dan keadilan.

Kongres tersebut menjadi simbol perjuangan panjang yang dulu dimulai oleh pahlawan pergerakan wanita di masa lalu, yang kini masih terus dilanjutkan. Perempuan Indonesia telah membuktikan bahwa mereka mampu menjadi subjek perubahan.

BACA JUGA: Teladan Emansipasi Wanita dari 5 Kartini Masa Kini Versi Arsjad

Di mana kedudukan perempuan yang dulu masih tersisihkan dan hanya terlihat sebagai pelengkap dalam masyarakat, kini telah banyak meraih kesetaraan dalam pendidikan, pekerjaan serta fungsi sosial lainnya. Meski demikian, perjuangan tetap harus dilanjutkan agar generasi perempuan mendatang juga dapat hidup dalam masyarakat yang lebih adil dan setara.

You may also like

More in Inspirasi