Para pelaku bisnis sudah pasti memahami bahwa siapa pun pihak yang memegang supply chain adalah pemenang dari persaingan ekonomi dunia. Pemikiran yang sama juga dimiliki oleh Arsjad Rasjid dan ASEAN-BAC yang saat ini memiliki target untuk mewujudkan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia.
Saat diundang oleh kanal YouTube Kumparan untuk memaparkan visi dan misinya mewujudkan cita-cita ASEAN sebagai pusat perekonomian dunia, Arsjad Rasjid menegaskan salah satu poin targetnya, yaitu menjadi rantai pasok terbesar bagi negara-negara maju, termasuk Tiongkok.
Geopolitik dunia saat ini sedang tidak menentu
Di awal penjelasannya, Arsjad Rasjid mengajak kita untuk memahami bahwa saat ini dunia sebenarnya sedang dalam masa peperangan. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia itu menyebutnya sebagai Economic Cold War (Perang Dingin Ekonomi).
“Kelihatan sekali pada hari ini. Antara US (Amerika Serikat) dengan China. Ini suatu perang dagang,” kata Arsjad.
Kondisi ini memang tak terhindarkan. Amerika Serikat sebagai negara besar yang bisa mengatur perekonomian dunia, mulai menghadapi ketatnya persaingan berkat semakin berkembangnya industri di China. Tentu saja, rivalitas ini tidak hanya dirasakan oleh dua negara raksasa itu saja, tetapi juga seluruh dunia.
Meski kondisi darurat, Indonesia harus siap hadapi persaingan
Namun, seberapa sengitnya Economic Cold War antara AS dan China ini, Arsjad mengatakan bahwa kita, bangsa Indonesia harus sudah mempersiapkan diri.
“Zaman dulu, untuk melakukan peperangan itu pakai bedil (senapan). Sekarang bukan bedil, bukannya pelor, tapi produk dan jasa,” tutur Arsjad.
Di sini Kadin Indonesia dituntut untuk berperan lebih besar dalam menyiapkan Indonesia untuk siap dalam persaingan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut. Kalau dulu kita membutuhkan pasukan untuk memenangkan peperangan, menurut Arsjad saat ini negara kita harus segera mencetak pengusaha-pengusaha sebagai ‘pasukan’ untuk menghadapi perang dagang.
Tidak memihak, Indonesia siap jadi supply chain dunia
Arsjad juga berpendapat bahwa negara-negara Asia, khususnya Indonesia. sebaiknya berdiri di kaki sendiri. Tidak perlu berada di salah satu pihak dan justru sebaliknya menjadi rekan bagi mereka yang sedang dalam situasi Economic Cold War.
“Kita ingin bekerja sama dengan US, dengan China, dengan Australia, dengan Rusia, dengan semua negara di dunia ini,” imbuh Arsjad.
Agar keinginan tersebut dapat terwujud tanpa hambatan, Arsjad memiliki pendekatan tersendiri yaitu People-to-People Approach dan Business-to-Business Approach. Secara fair Indonesia menyampaikan kepada dunia bahwa keinginan kita yang utama adalah berdagang, tanpa ada tekanan atau paksaan untuk bergabung ke pihak tertentu.
Arsjad mengingatkan agar dalam kondisi geopolitik yang semakin tak menentu, terutama pada perang dagang seperti saat ini, Indonesia lebih berani untuk mengambil kesempatan untuk mendapatkan manfaat dengan lebih maksimal. Menurutnya, ini adalah saat yang tepat bagi Indonesia dan ASEAN untuk menjadi supply chain dunia.
BACA JUGA: Arsjad Bersama ASEAN-BAC Siap untuk Merealisasikan ASEAN Business Roadmap
Sebagai penutup untuk segmen ini, secara optimis Arsjad Rasjid menekankan bahwa kesempatan Indonesia dan ASEAN untuk menjadi supply chain adalah sangat besar.
“‘We could be the next China. We are!,” pungkasnya.