ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) mendorong pengakuan terhadap peran perempuan demi masa depan ASEAN. Hal ini disampaikan oleh Ketua ASEAN-BAC Arsjad Rasjid yang menjadikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai bagian penting dari Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 dan Visi Komunitas ASEAN 2025.
Demi kemajuan, sudah saatnya ASEAN menyadari dan mengakui kekuatan dari peran perempuan dalam pembangunan yang berkelanjutan. Semakin banyak wanita pengusaha, khususnya di Asia Tenggara dan mereka juga menghadapi masalah-masalah yang sama dengan para pengusaha lelaki dalam memulai dan menjalankan usaha mereka. Bahkan, menurut data, pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di kawasan ASEAN justru lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita.
Saatnya buka mata terhadap peran perempuan dalam membangun ASEAN
Pada pembukaan ASEAN Women CEO Forum di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (2/9/2023), Arsjad mengungkapkan fakta bahwa saat ini terdapat sekitar 64 juta pengusaha di Indonesia, yang mana 37 juta usaha tersebut dikelola oleh perempuan. Lebih lanjut Ketua Umum Kadin Indonesia tersebut menjelaskan bahwa kontribusi UMKM sebesar 60,51% bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, menyerap 96,92% tenaga kerja, serta menyumbang 15,65% ekspor non migas
“Hal ini membuktikan UMKM merupakan tulang punggung perekonomian, namun kebijakannya tidak selalu menargetkan kebutuhan khusus perusahaan dan pendiri yang dipimpin perempuan,” kata Arsjad Rasjid.
Sayangnya, peran perempuan masih perlu mendapat pengakuan yang kuat dari masyarakat. Mereka belum memiliki akses yang sama kepada otoritas pengambilan keputusan dan kepemimpinan. Sebuah langkah yang seharusnya bisa memberi manfaat lebih kesejahteraan mereka serta memungkinan wanita untuk lebih berkontribusi terhadap kemajuan dan inklusivitas regional.
Fakta ini harus disadari oleh para pemangku kepentingan bisnis dan pengusaha memainkan peran penting dalam pengembangan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya gap terhadap kesenjangan gender, muncul potensi hilangnya pendapatan sebesar 30% dan kerugian rata-rata sebesar 17,5% bagi suatu negara dalam jangka panjang.
Sulitnya wanita mendapat pengakuan dalam dunia kerja
Ketua ASEAN Women Entrepreneurs Network (AWEN), Dyah Anita, dalam sambutannya mengatakan meski perekonomian global perlahan pulih dari pandemi Covid-19, peran perempuan masih dipandang sebelah mata. Mereka mengalami kesulitan dan menghadapi banyak hambatan untuk mencapai puncak posisi manajerial.
Dalam pandangan Dyah, jumlah pemimpin perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki, yakni hanya 5 persen untuk posisi senior manajemen. Salah satu penyebabnya adalah diskriminasi gender yang menjadi balok penghalang bagi kaum wanita untuk mencapai posisi tersebut. Hambatan lain, menurut Dyah adalah pekerjaan ganda dan tanggung jawab rumah tangga yang dilakoni perempuan.
“Kendala lainnya adalah kurangnya peluang berjejaring, kurangnya panutan perempuan, dan perempuan di bidang STEM (sains, teknologi, teknik dan matematika). Semoga forum ini dapat menghubungkan pengusaha perempuan untuk mempromosikan nilai-nilai ekonomi ASEAN,” ungkap Dyah.
Forum yang diharapkan peran perempuan dalam dunia usaha
Demi meningkatkan peran perempuan di dunia bisnis, ASEAN-BAC menggelar ASEAN Women CEO Forum, bersama dengan dan ASEAN Women Entrepreneurship Network (AWEN) sebagai co-host. Tujuan dari diadakannya event ini adalah untuk meningkatkan komitmen serta mendorong pengembangan kewirausahaan perempuan dan pemberdayaan ekonomi dalam rangka pemulihan daerah dari pandemi Covid-19, serta transformasi digital transformatif dan pendidikan transformatif.
“ASEAN Women CEO Forum memantapkan peran strategis perempuan dalam dunia bisnis dan kewirausahaan ASEAN. Forum ini juga akan berfungsi sebagai platform interaktif rekan-rekan untuk maju dan berbagi ide dalam membangun masyarakat lebih berkelanjutan, inklusif, adil, dan masa depan ASEAN yang lebih tangguh,” tutur Arsjad.
Pria yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Indika Energy, Tbk. tersebut menekankan bahwa pembangunan ekonomi yang dilakukan para pemangku kepentingan dunia usaha dan pengusaha tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memperbaiki kondisi ekonomi perempuan, serta meningkatkan pendidikan perempuan dan meningkatkan kesadaran akan inferioritas perempuan dalam dunia usaha sehingga mendorong tindakan perbaikan.
Dampak negatif pandemi masih terasa hingga sekarang di mana kaum perempuan secara tidak proporsional menjadi korbannya. Mulai dari masalah pengangguran, hilangnya pendapatan, kegagalan bisnis, yang kemudian bermuara pada hal-hal lebih buruk, seperti peningkatan risiko kekerasan dalam rumah tangga, hingga semakin tingginya tanggung jawab rumah tangga serta perawatan yang tidak dibayar. Yang menarik, standar sosial dan gender ini terus berlanjut menonjol di ASEAN, khususnya di daerah pedesaan.
BACA JUGA: Berbicara Tentang Culture Generasi Z di Perusahaan dan Pesan Penting Vina Muliana
Demi menekan dilema negatif tersebut, serta mengembalikan dan memperkuat peran perempuan dalam pembangunan berkelanjutan di ASEAN, Arsjad merasa perlu melakukan tindakan nyata, termasuk menggugat perubahan pada fondasi kehidupan masyarakat.
“Melawan terbatasnya partisipasi, norma budaya dan konstruksi sosial mengenai ketidaksetaraan gender di ASEAN masih mungkin untuk dicapai di wilayah tersebut dan oleh karena itu diperlukan perubahan yang signifikan dalam sistem pendidikan dasar,” pungkas Arsjad.