Tren Underconsumption Core baru-baru ini naik daun di Tiktok. Gerakan ini lahir dari keresahan generasi muda yang terjebak dalam FOMO (Fear of Missing Out) dan over consumption sebagai salah satu dampak negatif penggunaan media sosial.
Tak dimungkiri saat ini media sosial menjadi bagian integral kehidupan yang membuat banyak orang merasa perlu ikut tren terbaru agar tidak ketinggalan, sehingga mendorong mereka untuk terus membeli.
Studi dari Bank of America memperlihatkan bagaimana hal ini menyebabkan 46% Gen Z kesulitan menabung dan menyiapkan dana pensiun akibat hal tersebut.
Apa itu underconsumption core dan mengapa kita perlu mulai membangun kebiasaan baik ini? Mari simak insight menarik dari Arsjad Rasjid berikut ini.
Daftar Isi
Latar belakang gerakan underconsumption core: Melawan konsumerisme
Menerapkan gaya hidup berkelanjutan (sustainability)
Bagaimana menerapkan underconsumption core?
1. Kenali barang yang kita miliki
2. Buat challenge atau aturan untuk diri sendiri
3. Mengasah kreativitas
4. Utamakan kualitas daripada kuantitas
Latar belakang gerakan underconsumption core: Melawan konsumerisme
Tren underconsumption core berawal dari kelelahan terhadap budaya konsumsi berlebihan dan tekanan ekonomi. Pada sekitar pertengahan 2024, tren ini berkembang dalam konten Tiktok dan tagar terkait telah digunakan dalam 31 juta video di platform media sosial tersebut.
Studi dari UOB Indonesia mengungkap bagaimana Gen Z mengalami kesulitan dalam mempersiapkan finansial mereka untuk masa depan. Selain akibat tekanan inflasi, hal ini juga dipicu oleh meningkatnya biaya hidup.
Beberapa faktor seperti kurangnya literasi keuangan, ketergantungan pada layanan paylater, serta gaya hidup konsumtif juga turut berkontribusi atas tantangan finansial generasi muda tersebut.
Gaya hidup konsumtif sebagai hasil pengaruh promosi media sosial dan e-commerce beberapa tahun terakhir, tanpa sadar meningkatkan pola hidup konsumtif di masyarakat. Hal ini karena sejumlah pola dan algoritma seperti:
- promosi yang terus menerus
- pengaruh visual yang kuat
- tren yang cepat berubah
- semakin mudahnya akses berbelanja online
Dampak finansial dari pola hidup konsumtif ini antara lain meningkatkan pengeluaran untuk barang yang tidak benar-benar dibutuhkan sehingga sulit menyisihkan dana untuk kebutuhan seperti dana darurat atau kebutuhan operasional lainnya.
Di samping itu, kebiasaan konsumerisme ini mendorong peningkatan hutang konsumtif seperti kredit atau pinjaman. Pengeluaran tidak terkontrol ini menyebabkan sejumlah hambatan dalam finansial, seperti keterlambatan berinvestasi atau menyisihkan dana pensiun.
Atas keresahan inilah muncul kesadaran di kalangan gen Z untuk melakukan gerakan underconsumption core. Di mana gerakan ini mengajak kita untuk lebih menghargai dan memaksimalkan penggunaan barang-barang yang sudah dimiliki.
Menerapkan gaya hidup berkelanjutan (sustainability)
Tren underconsumption ini sesuai dengan prinsip mengurangi konsumsi (reduce), menggunakan kembali (reuse) dan mendaur ulang (recycle) dalam sustainable lifestyle atau gaya hidup berkelanjutan.
Dengan lebih fokus memanfaatkan dan memaksimalkan barang yang dimiliki, kita dapat merasakan berbagai manfaat seperti:
- Lebih hemat dalam mengelola keuangan, sehingga bisa menabung dan berinvestasi.
- Mengurangi stres dan kecemasan terkait gaya hidup dan keuangan. Lebih sedikit barang juga menunjang pikiran yang jernih dan mindful.
- Meningkatkan kreativitas, karena kita dapat mengelola barang yang ada menjadi lebih bermanfaat. Seperti membuat pot dari barang bekas, mix and match pakaian yang masih layak dan sejenisnya.
- Kualitas hidup yang lebih baik, karena mendorong kita untuk lebih bijak dalam penggunaan barang dan kualitas barang yang dibeli. Serta bisa membedakan antara kebutuhan atau keinginan.
- Membentuk kebiasaan berkelanjutan dan ramah lingkungan karena meminimalisir sampah atau limbah dari barang-barang yang tidak digunakan kembali.
Bagaimana menerapkan underconsumption core?
Mengikuti tren underconsumption core bisa dimulai dari hal-hal yang sederhana. Berikut ini beberapa langkah praktis menerapkan pola konsumsi minimalis tersebut.
1. Kenali barang yang kita miliki
Lakukan audit pada barang pribadi yang dimiliki, kemudian identifikasi mana yang masih bisa digunakan atau dimaksimalkan dan mana yang sebaiknya kita declutter.
2. Buat challenge atau aturan untuk diri sendiri
Lakukan challenge atau batasan untuk diri sendiri. Misalnya mulai menerapkan “minimalism challenge” atau “no-buy month”. Eksplor lebih dalam melalui akun media sosial atau channel Youtube yang menerapkan konsep ini agar mendapatkan motivasi untuk lebih konsisten dalam melakukannya.
3. Mengasah kreativitas
Ganti dengan kebiasaan membeli dengan memanfaatkan barang yang dimiliki. Misalnya mengubah layout kamar dengan properti yang ada, merombak model baju lama yang masih bisa digunakan, atau menggunakan ulang wadah yang masih bisa dipakai.
4. Utamakan kualitas daripada kuantitas
Satu pesan penting Arsjad Rasjid bagi siapapun yang ingin mencoba underconsumption, pilihlah kualitas daripada kuantitas saat akan membeli barang. Artinya, pilih yang memiliki usia pakai lebih awet atau keberlanjutan dalam penggunaannya nanti. Dengan demikian dapat meminimalisir pembelian ulang yang tidak perlu.
BACA JUGA: Dopamine Detox, Mengapa Tren Ini Begitu Populer di Kalangan Gen Z? Simak Penjelasan Arsjad
Dengan langkah-langkah dan pemahaman tentang underconsumption core di atas, kita dapat mulai beralih dari hidup FOMO dan konsumtif menjadi lebih mindful dan sustainable. Selamat mencoba dan nikmati setiap prosesnya secara bertahap.