Salah satu sejarah tertua yang dimiliki oleh olahraga panahan dan masih ada hingga zaman sekarang adalah para pemanah berkuda. Sebuah teknik yang begitu sulit tetapi indah. Tidak hanya mengedepankan fokus, juga kemampuan dan kekuatan untuk tetap stabil di atas punggung kuda.
Memanah dengan berkuda juga merupakan seni yang disebut dicintai oleh Rasulullah. Dikutip dari wawancara bersama YouTube Republika Official, Januari 2022 lalu, Ketua Perkumpulan Panahan Berkuda Indonesia (KPBI) Irvan Setiawan Mappaseng menjelaskan alasannya, yaitu karena panahan dan berkuda memberi banyak manfaat.
“Dalam khazanah Islam, kesehatan dan kemahiran menjadi penting dari dulu hingga sekarang. Jadi kalau kita lihat dari beragam aspek, olahraga ini memang sangat istimewa menghadirkan manfaat dan itulah mengapa Nabi menyukai jenis olahraga ini,” katanya.
Pernyataan Ustaz Irvan senada dengan tekad Arsjad Rasjid untuk menjadi Ketua Umum PB Perpani. Ia menjelaskan salah satu hal yang membuatnya bertekad memajukan panahan Indonesia, yaitu karena olahraga ini merupakan sunnah Rasulullah. Sebagai seorang muslim, Arsjad merasa perlu untuk berperan aktif dengan melestarikan dan menjaganya.
Pemanah berkuda menguasai dunia sejak ribuan tahun lalu
Mengulik sejarah tentang pemanah berkuda memang menarik. Satu bukti yang menunjukkan kecerdasan manusia dalam memenuhi keinginannya. Semuanya bermula dengan ide untuk menyederhanakan bentuk busur yang telah dimulai sejak 4.000 tahun lalu. Busur yang biasanya panjang dan berat, lalu desainnya dirampingkan dan dibuat dari lapisan kayu komposit, tanduk binatang, otot, serta teknologi perekat atau lem.
Bayangkan menembakkan anak panah di atas kuda yang melaju kencang. Benar-benar suatu kemampuan yang luar biasa serta menantang. Apalagi saat kedua tangan melepas kendali untuk menarik dan membidik sasaran. Tak hanya dibutuhkan fokus, tetapi juga keseimbangan tingkat tinggi dalam melakukannya.
Panahan berkuda jadi kekuatan militer sejak zaman Mesir hingga Mongolia
Menengok jauh ke belakang, diperkirakan para pemanah berkuda ini sudah mulai ada sejak zaman Mesir kuno, yaitu masa Kerajaan Baru sekitar 1.300 SM. Begitu diminati, hingga para Firaun digambarkan juga melakukan kegiatan ini. Bahkan ditemukan juga 20 busur komposit di dalam makam Tutankhamen yang sebagian memiliki ukiran namanya.
Seni panahan berkuda terus menyebar hingga ke penjuru dunia. Salah satu yang paling tangguh adalah pemanah-pemanah berkuda dari bangsa Skit, yang menebar teror dengan kemampuan mereka di sepanjang Jalur Sutra di sekitar abad 7 sebelum Masehi.
Di masa tersebut, sangat jarang suku atau bangsa yang menguasai teknik seperti pemanah berkuda. Tak heran bila sepak terjang kaum Skit ini mengundang kekaguman dunia terlepas dari teror kepada suku-suku lain, termasuk bangsa Yunani yang kemudian mengabadikan kesatuan antara kuda, manusia dan panah sebagai makhluk legendaris, yaitu Centaur.
Dikutip dari worldarchery.sport, sejarawan Jacob Bronowski menceritakan bagaimana kaum Skit berinovasi untuk menciptakan peralatan memanah yang lebih ringan, kotak untuk tempat anak panah yang dipasang pada pinggul pengendara, serta penggunaan telinga dan tulang untuk meningkatkan kualitas busur komposit. Tak heran bila pada akhirnya, bangsa Yunani bukan hanya kagum, tetapi juga merangkul bangsa Skit untuk invasi ke negara-negara lain. Termasuk kemenangan mutlak saat menyerang India.
Pun begitu dengan pasukan Romawi. Kekuatan militer mereka mengenal teknik ini karena para prajurit yang bertumbangan akibat melawan pemanah berkuda. Kemampuan ini pun kemudian diadopsi dan dikembangkan menjadi satu resimen mereka, yaitu Equites Sagittarii yang memperkuat barisan sebagai pemanah berkuda Roma di setiap pertempuran.
Masih ada banyak contoh negara-negara yang memiliki keunggulan militer dari pemanah berkuda. Dari Parthia, pasukan Bizantium Turki, hingga bangsa Mongol di bawah kepemimpinan Genghis Khan yang menguasai dataran Asia sepanjang abad ke-12.
Khusus untuk bangsa Mongol, sang pimpinan Khan tampaknya sadar kekuatan besar pemanah berkuda. Ia kemudian membagi jadi dua pasukan, pemanah berkuda berat dan ringan, yang dipersenjatai dengan 70 anak panah di setiap prajurit dan memiliki keunggulan masing-masing. Kekuatan ini pula yang menghancurkan bangsa-bangsa besar, seperti Tiongkok, India, Rusia, hingga Eropa Timur.
Tergerus teknologi, panahan berkuda berubah menjadi tradisi
Seperti teknologi-teknologi lain, kemampuan pasukan berkuda pun juga luntur ditelan waktu. Terutama ketika teknologi baru, yaitu kavaleri bersenjata senapan mulai memperkuat barisan-barisan pasukan.
Kemampuan melepaskan anak panah dari atas kuda ini pun juga secara perlahan berubah. Dari kekuatan perang yang menakutkan menjadi tradisi yang penuh seni. Yabusame, contohnya. Sebuah pertunjukan ritual dengan pemanah berkuda di Jepang. Awalnya sebagai sebuah seni bela diri dan latihan militer untuk para samurai, lalu berkembang menjadi kebudayaan.
Seorang pemanah berkuda Yabusame harus bisa mengendalikan tunggangan yang berlari dengan lutut kakinya, kemudian membidik, menarik tali busur, serta menembakkan panah tumpul. Ini dilakukan tiga kali, ke tiga sasaran berbeda secara berturut-turut di lintasan sepanjang 225 meter. Masyarakat Jepang mengakuinya sebagai cara untuk mengembangkan karakter serta disiplin, dan masih dilakukan hingga saat ini.
Di Indonesia, panahan berkuda juga menjadi salah satu pilihan terbaik bagi pecinta panahan. Bahkan di bulan Oktober 2023 lalu, tim pemanah berkuda Indonesia meraih juara kedua Seleksi Piala Dunia Panahan Berkuda 2023 sekaligus memastikan tiket menuju kejuaraan internasional tersebut.
BACA JUGA: Mengungkap Sejarah Panahan, dari Seni Bertahan Hidup hingga jadi Olahraga Bergengsi
Sebuah capaian yang luar biasa, mengingat negara kita bersaing dengan peserta yang memiliki gen kuat para pemanah berkuda, yaitu Mongolia, serta kompetitor-kompetitor kuat lainnya, seperti Korea Selatan, China, Malaysia dan Thailand.