Manusia punya kecenderungan berasumsi dalam interaksi sehari-hari, tetapi lupa bahwa orang lain belum tentu bisa membaca maksud dan pikiran kita.

Asumsi semacam ini dapat menjadi awal kesalahpahaman, konflik, hingga keretakan hubungan. Oleh karenanya, sangat penting untuk membangun kebiasaan berkomunikasi yang lebih efektif baik di lingkungan profesional maupun kepada orang terdekat.

Coba terapkan nasihat Arsjad Rasjid tentang menghindari berasumsi dalam komunikasi berikut ini, agar kita dapat membangun hubungan yang sehat dan solid dengan siapa saja.

Kebiasaan berasumsi yang berpusat pada diri sendiri, ini bahayanya

Dalam berkomunikasi, kita seringkali berpikir bahwa orang selalu memahami maksud, perkataan dan perasaan kita tanpa perlu menjelaskannya. Misalnya ketika berselisih dengan pasangan, kita berpikir bahwa pasangan kita akan berintrospeksi dan meminta maaf.

Dalam dunia profesional, pemimpin berpikir bahwa subordinasinya merasa nyaman di bawah kepemimpinannya. Tanpa disadari, asumsi seperti ini menjadi bibit permasalahan di kemudian hari, antara lain:

1. Kesalahpahaman

Berasumsi tanpa melakukan komunikasi yang jelas dapat menyebabkan miskomunikasi, karena pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang dipahami oleh penerima.

2. Konflik

Jika kesalahpahaman dibiarkan tanpa keterbukaan dan upaya klarifikasi, situasi ini dapat memunculkan konflik baru.

3. Keretakan hubungan

Dalam situasi yang lebih parah, permasalahan yang timbul dapat menimbulkan keretakan hubungan, menurunkan empati dan kepercayaan, serta produktivitas.

Komunikasi adalah Kunci Hubungan yang Baik dan Saling Menghargai

Dengan memahami risiko dan efek buruk dari berasumsi, maka kita perlu membangun kebiasaan berkomunikasi secara terbuka. Sebab pada dasarnya hubungan yang baik memerlukan usaha dari kedua belah pihak.

Berikut ini adalah beberapa tips melakukan komunikasi yang efektif guna menghindari asumsi dan miskomunikasi yang tidak perlu antara kita dengan lawan bicara.

1. Refleksi Pribadi atas Kebiasaan Berasumsi

Langkah pertama adalah menyadari kebiasaan kita dalam membangun asumsi saat berinteraksi dengan orang lain. Perhatikan pada situasi apa kita sering membentuk asumsi tersebut, sehingga ke depannya dapat lebih berhati-hati dan mengendalikan pikiran kita dari pikiran yang belum jelas kebenarannya.

2. Membangun komunikasi dua arah

Komunikasi dua arah memungkinkan kita dan lawan bicara untuk lebih terbuka. Caranya adalah dengan mendengarkan lawan bicara secara aktif, menyediakan kesempatan untuk saling memberi umpan balik, serta gunakan bahasa tubuh dan kalimat yang tepat untuk dapat mengekspresikan maksud satu sama lain dengan jelas.

3. Meningkatkan empati

Bila kita ingin dipahami oleh orang lain, maka kita pun perlu melatih diri untuk berempati. Saat berkomunikasi atau menghadapi sebuah situasi dengan orang lain, alihkan asumsi kita dengan coba melihat dari sudut pandang mereka.

Dengan demikian, kita juga terhindar dari asumsi yang belum tentu kebenarannya, serta memberikan respon yang sesuai kepada lawan interaksi kita.

BACA JUGA: Arsjad Rasjid Ungkapkan Bahwa Orang Introvert Punya Potensi Sukses Tak Kalah dengan Ekstrovert

Membangun kebiasaan tidak mudah berasumsi memang perlu latihan dan pemahaman yang baik. Namun dengan menerapkan cara berkomunikasi dan mengolah pikiran kita seperti di atas, dapat membantu mencegah miskomunikasi serta menjaga hubungan agar tetap sehat dengan rekan maupun keluarga.

You may also like

More in News