Tantangan dalam mencari pekerjaan menjadi penyebab pengangguran terbesar di kalangan Gen Z.
Mengutip survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk rentang tahun 2021 hingga 2022, ada sekitar 9,9 juta penduduk berusia 15-25 tahun (Generasi Z) yang tidak mengikuti pendidikan, pekerjaan, dan pelatihan, atau dapat disebut menganggur. Jumlah ini selalu berkembang karena selalu ada angkatan kelulusan baru setiap tahunnya.
Dari data tersebut, perempuan mengalami dampak yang lebih besar yaitu sejumlah 5,73 juta jiwa. Sementara untuk laki-laki muda berjumlah 4,17 juta jiwa.
Artikel ini akan membahas sejumlah penyebab pengangguran di kalangan Gen Z dan bagaimana langkah efektif untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut.
Daftar Isi
Penyebab pengangguran di kalangan Gen Z
1. Kurangnya pengalaman kerja
2. Keterampilan yang tidak sesuai dengan permintaan pasar
3. Persaingan ketat antar-lulusan SMK di tiap angkatan
4. Pandemi Covid-19 yang membuat omzet industri menurun
Cara menanggulangi penyebab pengangguran di kalangan Gen Z
1. Pendidikan vokasi untuk tingkatkan skill kerja anak muda
2. Partisipasi pengusaha untuk tekan penyebab pengangguran Gen Z
Penyebab pengangguran di kalangan Gen Z
Menurut Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah, penyebab pengangguran pada Gen Z adalah usia. Kalangan ini berstatus fresh graduate atau baru lulus (baik sekolah maupun kuliah) dan sedang mencari pekerjaan.
Menaker Ida Fauziyah mengatakan bahwa anak muda yang sulit mendapat pekerjaan kebanyakan adalah lulusan SMK. Salah satu penyebabnya adalah karena pendidikan yang diberikan semasa SMK tidak lagi sesuai dengan permintaan pasar tenaga kerja saat ini.
Di samping itu, ada beberapa penyebab meningkatnya pengangguran di kalangan Gen Z antara lain dijelaskan di bawah ini.
1. Kurangnya pengalaman kerja
Dalam meng-hire karyawan, industri seringkali mengharapkan calon pekerja yang sudah siap kerja. Sementara SDM yang mayoritas Gen Z, sulit bersaing karena baru lulus dan belum memiliki pengalaman kerja.
2. Keterampilan yang tidak sesuai dengan permintaan pasar
Perkembangan teknologi dan digitalisasi yang cepat belum diimbangi dengan kurikulum yang sesuai, baik di sekolah maupun universitas. Hal ini membuat skill dan wawasan yang dimiliki SDM jadi kurang relevan dengan permintaan pasar.
Akibatnya, banyak lulusan sekolah menengah maupun universitas yang kesulitan menembus persaingan dunia kerja.
3. Persaingan ketat antar-lulusan SMK di tiap angkatan
Setiap tahun selalu ada lulusan baru yang berkompetisi di bursa lowongan kerja, sementara lowongan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja sangat terbatas.. Hal ini menyebabkan jumlah pengangguran di kalangan Gen Z semakin meningkat.
4. Pandemi Covid-19 yang membuat omzet industri menurun
Sejak pandemi Covid-19, banyak industri dan perusahaan yang mengalami penurunan omzet. Bahkan setelah new normal, para pengusaha masih dihadapkan pada kondisi resesi dan winter tech sehingga harus memangkas jumlah pekerja untuk efisiensi.
Di samping itu, terjadi penurunan jumlah lapangan kerja di sektor formal. Menurut data Survey Angkatan Kerja Nasional BPS, pada 2009-2014 sektor kerja formal menyerap 15,6 juta pekerja. Sementara pada periode 2014-2019 hanya 8,5 juta pekerja. Di tahun 2019-2024, jumlah ini semakin kecil menjadi 2 juta orang saja.
Kondisi ini membuat para fresh graduate semakin kesulitan mencari kerja karena industri memiliki keterbatasan untuk menyerap tenaga kerja, sedangkan sektor kerja formal juga mengalami penurunan lapangan kerja.
Cara menanggulangi penyebab pengangguran di kalangan Gen Z
Diperlukan upaya dari pemerintah, pengusaha, dan instansi terkait untuk mengendalikan jumlah pengangguran di Indonesia, terutama dari kalangan Gen Z yang hampir mencapai 10 juta jiwa.
Berikut ini adalah beberapa langkah strategis yang dapat diupayakan untuk mengantisipasi jumlah pengangguran Gen Z di Indonesia.
1. Pendidikan vokasi untuk tingkatkan skill kerja anak muda
Menaker Ida Fauziyah menyebut pendidikan vokasi sebagai salah satu formula tepat untuk memperbaiki kurikulum di SMK agar relevan dengan permintaan pasar. Terutama dengan kurikulum yang berorientasi pada pengembangan keterampilan praktis dan aplikasi langsung dalam pekerjaan.
Pendidikan vokasi dapat menjadi solusi bagi para lulusan SMK untuk memperbesar peluang diterima kerja. Metode belajar pendidikan vokasi berorientasi pada praktek dan umumnya terdapat program magang atau pelatihan di lapangan yang memberikan siswa pengalaman kerja sebelum lulus.
Arsjad Rasjid yang pernah ditunjuk oleh Presiden Indonesia untuk menjadi anggota panitia pengarah Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, juga pernah menekankan hal senada. Ia menyampaikan bahwa pendidikan vokasi dapat menjadi kunci untuk menghadapi bonus demografi, supaya di masa mendatang kelompok usia produktif memiliki daya saing dan keahlian khusus.
2. Partisipasi pengusaha untuk tekan penyebab pengangguran Gen Z
Salah satu upaya mengurangi jumlah pengangguran adalah dengan mengusahakan exporting skills. Yakni memperkuat keterampilan kerja SDM melalui vokasi, dan meng-ekspor skill tersebut ke negara-negara yang membutuhkan bantuan tenaga terlatih kita.
Diperlukan sebuah sinergi antara pemerintah dan swasta dalam hal penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, pemerintah menjalin kerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk memetakan kebutuhan pasar kerja lewat Perpres 68 tahun 2022. Tujuannya untuk menciptakan keselarasan antara Gen Z dan jumlah lapangan kerja.
Beberapa poin dari kerja sama ini adalah revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Pemerintah juga berupaya untuk melakukan sinkronisasi antara kemampuan anak muda dengan kebutuhan pasar kerja.
Hal ini perlu terus dilakukan dan dipersiapkan untuk mengimbangi dampak digitalisasi yang terus berpotensi mengurangi jumlah pekerjaan.
BACA JUGA: Gen Z Pengangguran jadi Tantangan, Arsjad Rasjid Berikan Saran untuk Capai Modal Indonesia Emas
Mengatasi penyebab pengangguran di kalangan Gen Z membutuhkan perhatian yang serius dan tindakan nyata, umumnya dari pemerintah dan instansi terkait. Dengan upaya kolaborasi yang terpadu seperti di atas, semoga dapat semakin memperlebar peluang para
generasi muda untuk mendapat pekerjaan.