Istilah dopamine detox telah menjadi tren yang cukup populer di kalangan Gen Z. Terutama dengan gaya hidup masa kini yang dipenuhi oleh stimulasi digital.

Kondisi ini membuat banyak di antara Gen Z yang mencari keseimbangan melalui metode ‘puasa’ dari hal-hal yang memberikan kesenangan instan tersebut. Tujuannya adalah untuk menjaga kesehatan mental dan produktivitas dalam hidup sehari-hari.

Buat yang belum familiar dengan istilah dopamine detox dan sering merasa ter-overstimulasi dengan gaya hidup seperti keseringan bermain game dan scroll media sosial, penjelasan Arsjad Rasjid ini layak jadi tambahan wawasan untukmu.

Apa itu dopamine detox?

Lahir dan tumbuh di era digital yang serba cepat, Gen Z terpapar media sosial dan perkembangan teknologi yang dinamis. Namun hal tersebut rentan memicu perasaan cemas dan stres.

Untuk mengatasinya, generasi muda ini menerapkan konsep dopamine detox. Dopamine sendiri adalah neurotransmitter di otak yang berperan untuk mengatur perasaan bahagia atau termotivasi.

Sebagai contoh, ketika kita melakukan aktivitas yang disenangi, seperti scrolling media sosial atau bermain game online favorit, maka otak kita akan melepaskan dopamine sebagai mekanisme alami yang mendorong kita mencari kesenangan itu lagi dan lagi.

Dengan metode dopamine detox, kita membatasi diri dari pelepasan dopamine berlebih serta menjaga keseimbangan otak dari hal-hal yang memberikan kepuasan instan tersebut. “Seperti puasa, tapi bukan dari makanan,” kata Arsjad Rasjid.

Puasa dopamine ini juga dapat membuat kita merasakan kembali kepuasan atas hal-hal produktif dan sederhana, karena tubuh mengatur ulang sensitivitas otak pada dopamine yang dihasilkan.

Manfaat dan tips melakukan dopamine detox

Arsjad menekankan bahwa dopamine detox dapat membantu kita fokus kembali pada aktivitas yang lebih produktif, seperti mengembangkan hobi kreatif, belajar, atau berolahraga.

Nah, agar lebih mudah dalam menjaga keseimbangan level dopamine tubuh kita, coba terapkan beberapa tips di bawah ini.

1. Menetapkan batas waktu

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengatur durasi penggunaan perangkat digital atau aktivitas apapun yang dapat memicu dopamine berlebih. Langkah ini penting untuk membantu sebagai pengingat dan kontrol diri.

2. Mengubah variasi aktivitas

Berikutnya, berikan diri kita beberapa pilihan aktivitas yang lebih produktif. Di antaranya seperti membaca buku, berolahraga, menonton tayangan yang lebih edukatif seperti podcast yang relevan dengan perkembangan masa kini dan melatih kita berpikir kritis.

Bisa juga dengan aktivitas yang lebih menenangkan, seperti berkebun, meditasi atau melakukan journaling. Kegiatan ini selain produktif, juga dapat membantu mengelola pikiran dan perasaan sehingga lebih lega dan dapat kembali fokus melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Refleksi dan evaluasi

Tentukan waktu untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap dopamine detox yang dilakukan. Dengan mengevaluasi secara rutin, kita dapat memahami perubahan positif apa saja yang dirasakan.

Selain itu, momen ini menjadi kesempatan untuk mengenali apa saja perubahan dan aktivitas yang bermanfaat untuk kesejahteraan mental maupun fisik. Serta, merencanakan langkah apa saja yang bisa dilakukan untuk menjaga keseimbangan diri di masa mendatang.

Dengan demikian, di tengah maraknya perkembangan dunia digital dan tren yang viral, tetap diperlukan hal yang dapat meminimalisir efek negatifnya. Terutama di kalangan Gen Z yang tumbuh dan hidup di era modern ini dan memiliki kesadaran akan pentingnya keseimbangan hidup.

BACA JUGA: Arsjad Berbicara Tentang Value Social Media Sebagai Alat Komunikasi Kekinian dan Ruang Belajar

Tren dopamine detox dapat menjadi solusi dan jawaban untuk menghadapi tantangan tersebut. Serta menjadi terapi yang baik untuk mengeksplorasi metode alternatif untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan.

You may also like

More in News