Idul Adha, dikenal sebagai Hari Raya Kurban atau Idul Qurban, adalah salah satu perayaan penting dalam Islam yang tidak hanya memiliki makna spiritual tetapi juga berdampak signifikan pada perekonomian. Selama perayaan ini, umat Islam di seluruh dunia melakukan penyembelihan hewan kurban sebagai bentuk ketaatan dan simbol pengorbanan. Momentum ini menciptakan potensi ekonomi luar biasa yang dapat menggerakkan sektor peternakan dan sektor terkait lainnya

Pada perayaan Idul Adha 2024, potensi ekonomi yang tercipta diprediksi akan signifikan seperti tahun-tahun sebelumnya. Berikut adalah pembahasan lebih lanjut mengenai potensi tersebut, tantangan yang dihadapi, serta solusi yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dari kurban.

Idul Adha: momentum ekonomi yang bernilai spiritual dan material

Hari Raya Kurban memiliki dua makna, yakni spiritual dan material. Pertama, aspek spiritual di mana pelaksanaan kurban ini melambangkan penyembelihan “sifat-sifat buruk” seperti keserakahan yang dapat merusak kehidupan manusia baik secara individu maupun kolektif. Kedua, kurban mengandung nilai-nilai sosial, karena daging kurban akan dibagikan kepada kaum fakir miskin dan anak yatim. Dengan melakukan hal ini, kita melaksanakan tanggung jawab sosial, berbagi kepada mereka yang membutuhkan.

Selain itu ibadah kurban bukan hanya momen spiritual dan sosial, tetapi juga memiliki potensi ekonomi yang besar. Pada tahun 2023 lalu, potensi ekonomi dari kurban mencapai Rp24,5 triliun, dengan multiplier effect yang signifikan pada sektor peternakan, penyedia pakan, dan industri pengolahan limbah. Dengan transaksi sekitar 505 ribu sapi dan kerbau serta 1,23 juta kambing atau domba yang dilakukan oleh 2,08 juta masyarakat yang berkurban.

Potensi ekonomi kurban 2024

Potensi ekonomi kurban pada tahun 2024 diproyeksikan meningkat signifikan. Data terbaru dari Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menunjukkan kenaikan jumlah orang yang berkurban menjadi 2,16 juta orang, dengan nilai ekonomi mencapai Rp28,2 triliun. Peningkatan ini setara dengan produksi daging sekitar 117,2 ribu ton, naik dari 103 ribu ton pada tahun sebelumnya.

Untuk potensi tahun ini diasumsikan jika berat kambing antara 20-80 kilogram dengan berat karkas (bobot ternak yang sudah disembelih, dikuliti, dan telah dipisahkan bagian kepala, jeroan, keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus ke bawah) 41 persen, serta berat sapi/kerbau antara 250-750 kilogram dengan berat karkas 57 persen.

Kurban dan ketahanan ekonomi

Meningkatnya permintaan ternak selama Hari Raya Kurban membuka peluang besar bagi pemerintah untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Momentum ini dapat dimanfaatkan untuk mendorong kemajuan dan keberlanjutan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Menurut Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, setidaknya terdapat 13,5 juta pelaku UMKM yang bergerak di sektor peternakan, terutama ayam potong, sapi potong, dan kambing.

Sedangkan menurut data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa kebutuhan hewan kurban secara nasional pada tahun 2024 ini mencapai 1,97 juta ekor.

Dengan adanya peningkatan kebutuhan pada momentum Idul Adha tersebut, terdapat potensi peningkatan ketahanan ekonomi. Pemerintah berperan strategis dalam memastikan keseimbangan antara supply-demand. Sehingga tercapai kestabilan harga yang dapat membantu pengusaha peternakan memperoleh manfaat dari meningkatnya permintaan jumlah hewan ternak pada masa Idul Adha.

Kurban dan kesejahteraan sosial

Momentum kurban dapat meningkatkan konsumsi daging di Indonesia, yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika dikelola dengan baik. Pada tahun 2024, diperkirakan ada 117,2 ribu ton daging kurban, yang dapat meningkatkan pendapatan peternak dan asupan gizi masyarakat.

Pada tahun 2023, konsumsi daging sapi di Indonesia hanya 0,5 kilogram per kapita per tahun, jauh di bawah negara lain. Konsumsi daging sapi/kerbau hanya sekitar 9 gram per minggu, dan di Indonesia Timur bahkan kurang dari 100 gram per pekan.

Dibandingkan dengan Malaysia, konsumsi daging di Indonesia masih rendah. Data OECD FAO menunjukkan konsumsi daging sapi di Indonesia sebesar 2,25 kilogram per kapita per tahun dan daging ayam 8,37 kilogram per kapita per tahun, sementara di Malaysia masing-masing 5,72 kilogram dan 50,48 kilogram per kapita per tahun.

Pada tahun 2022, kurban memberi manfaat besar dengan 11,8 juta rumah tangga menerima minimal 1,5 kg daging kurban. Idul Adha bisa meningkatkan konsumsi daging di Indonesia, yang menurut OECD, dapat meningkatkan standar hidup. Namun, distribusi kurban masih menghadapi tantangan besar yang perlu diatasi.

Tantangan terkait distribusi kurban dan langkah yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan potensi ekonomi

Distribusi daging kurban yang tidak merata masih menjadi tantangan setiap tahun. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai tantangan ini:

Distribusi daging yang terfokus di kota besar

Saat ini, distribusi daging kurban masih terpusat di kota-kota besar. Menurut IDEAS, pada tahun 2023, daerah dengan surplus kurban terbesar berada di kota-kota metropolitan di Jawa, seperti:

  • Jakarta (7.556 ton)
  • Bandung Raya (5.598 ton)
  • Bekasi (3.820 ton)
  • Bogor dan Depok (3.298 ton)
  • Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul (2.924 ton)
  • Kota Tangerang dan Tangerang Selatan (2.045 ton)
  • Kota Semarang (1.763 ton)
  • Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo (1.131 ton)

Defisit di wilayah lain

Sementara itu, banyak wilayah, terutama di Indonesia Timur, mengalami kekurangan daging. Pada tahun 2022, terdapat 71 kabupaten/kota yang mengalami defisit kebutuhan daging, yang bisa diatasi dengan pemerataan distribusi saat Idul Adha.

Daerah yang memerlukan intervensi

IDEAS mengidentifikasi beberapa daerah yang membutuhkan bantuan gizi melalui kurban. Wilayah ini meliputi daerah dengan konsumsi daging sangat rendah dan jumlah penduduk miskin yang besar. Menurut peneliti IDEAS, Haryo Mojopahit, daerah-daerah ini terutama berada di luar Jawa dan memiliki karakteristik sebagai daerah tertinggal dan terisolasi, seperti:

  • Kabupaten Majene
  • Kabupaten Seram Bagian Barat
  • Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Selain itu, ada juga beberapa daerah di Jawa yang dekat dengan kota besar, tetapi tetap membutuhkan bantuan gizi, seperti:

  • Kabupaten Ngawi
  • Kabupaten Pandeglang
  • Kabupaten Lebak

Tantangan utama dalam pengelolaan kurban di Indonesia adalah pelaksanaannya yang terdesentralisasi di ribuan panitia lokal temporer. Panitia-panitia ini tersebar di berbagai masjid, musholla, pesantren, lembaga pendidikan, dan perusahaan.

Faktanya, potensi kurban terdistribusi sangat tidak merata dan mencerminkan kesenjangan pendapatan yang akut antara berbagai wilayah di Indonesia. Agar kurban bisa mencapai kelompok termiskin, maka diperlukan reformasi dalam pengelolaannya.

Berikut ini beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi tantangan di atas

1. Bekerjasama dengan lembaga-lembaga sosial

Untuk mengatasi tantangan distribusi, perlu bekerjasama dengan lembaga-lembaga sosial seperti Baznas, Dompet Dhuafa, dan Rumah Zakat. Baznas dan Rumah Zakat memiliki program pengelolaan daging kurban yang diolah menjadi kornet dan dibagikan ke wilayah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal). Strategi ini membantu memastikan bahwa daging kurban dapat mencapai masyarakat yang membutuhkan di daerah-daerah yang sulit dijangkau.

2. Optimalisasi pengemasan daging kurban

Alternatif strategi pada daerah-daerah yang surplus daging hewan kurban adalah pengemasan daging hewan kurban dalam bentuk kaleng. Pengemasan ini menjadi alternatif selain pendistribusian daging seperti biasa, karena daging kurban kaleng bisa dikirim ke daerah yang sulit dijangkau atau lokasi bencana yang membutuhkan penanganan khusus. Selain itu, kurban dalam bentuk kaleng juga lebih tahan lama, dengan masa simpan hingga 2-3 tahun. Strategi ini telah dilakukan oleh BAZNAS RI sebagai intervensi untuk meningkatkan konsumsi daging bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

BACA JUGA: Arti Mudik Tak Hanya Pulang Kampung tapi juga Menggerakkan Ekonomi

Potensi ekonomi kurban bisa berdampak positif bagi kesejahteraan sosial dan perekonomian bila dikelola secara optimal. Hal ini penting untuk pemerataan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, sehingga menjadikan Idul Adha sebagai simbol solidaritas dan keadilan sosial.

You may also like

More in News