Sumber daya manusia memegang peran penting dalam perekonomian bangsa. Semakin baik SDM yang dimiliki, semakin maju dan berkembang pula sebuah negara, tak terkecuali Indonesia.
Dalam mengejar ketertinggalan dengan negara lainnya, serta keinginan untuk mencapai Indonesia yang maju, adil, dan berkelanjutan di tahun 2045 dengan perekonomian terbesar keempat dunia, Indonesia perlu untuk segera menaikkan kemampuan sumber daya manusia mereka.
Di atas adalah salah satu bahasan dari perbincangan menarik antara Putri Tanjung dan Arsjad Rasjid. Lewat podcast YouTube CXO Media bertema ‘Menjadi Pemain Utama di Pasar Dunia,’ banyak hal penting terungkap sebagai persiapan menuju cita-cita Indonesia Emas 2045.
Praktik, pilihan terbaik untuk tingkatkan sumber daya manusia secara cepat
Dalam satu segmen, Putri Tanjung melemparkan pertanyaan yang berkaitan dengan sumber daya manusia. Ia menganggap bahwa SDM adalah core of the country. Apalagi saat ini competitive advantage sebuah sumber daya manusia harus semakin naik dan semakin naik karena kompetisinya semakin ketat dan kita berkompetisi bukan cuma di Indonesia tapi di seluruh dunia.
“Sekarang kita tahu bahwa untuk upskilling dan segala macamnya butuh proses, Pak. Kita balik ke yang Bapak (Arsjad) bilang program. Sebenarnya program seperti apa yang efektif, tapi juga cepat?” tanya Putri Tanjung.
Arsjad menjelaskan bahwa ada satu hal yang sangat diperlukan untuk mempercepat proses upskilling sumber daya manusia Indonesia.
“Intinya, praktik. Lebih banyak praktik daripada teori. Jangan kita belajar teori saja tapi nggak praktik-praktik. Mestinya lebih banyak praktik. Makanya itu adalah substance daripada vokasi. Itu penting sekali,” kata Arsjad.
Lebih baik banyak praktik, teori secukupnya saja
Lebih lanjut, Ketua Umum PB Perpani tersebut memberikan suatu contoh, yaitu Korea Selatan. Ia menjelaskan bagaimana dirinya kagum dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh Negeri Ginseng tersebut di berbagai bidang, terutama industri kreatif.
“KPop, KDrama segala macam,” lanjut Arsjad.
Untuk membedah kekuatan dan kesuksesan sumber daya manusia Korea Selatan, Arsjad mengajak untuk menengok kembali ke belakang dengan melihat vokasinya.
“Contoh, scriptwriting, misalnya. Itu scriptwriter sana ada yang, mohon maaf, sudah umur 60-an tiba-tiba karena dia suka, dia masuk vokasi, dia ambil, habis itu dia menulis, Ibu-Ibu ini, misalnya. Ternyata script-nya bagus,” tutur Arsjad.
Dalam hal ini, Arsjad berbicara mengenai peluang dan kesempatan. Ia menambahkan, mungkin saja ibu penulis naskah cerita tersebut baru bisa memiliki waktu untuk menulis naskah cerita dan negara memiliki fasilitas agar sang Ibu yang ingin menulis naskah tersebut bisa mewujudkan keinginannya.
Ia kemudian membandingkan dengan Indonesia. Dirinya menjelaskan bahwa para penulis naskah film harus belajar lebih banyak lagi untuk menghasilkan cerita yang berkualitas.
“Dalam dunia sinetron segala macam. Sekarang ini ngobrol-ngobrol dengan teman-teman yang sama. ‘Kok masih juga permasalahannya itu, ya?’ Berarti apa? Talenta-talenta itu kita masih kurang,” ungkapnya.
Dari contoh di atas, Arsjad berharap program vokasi bisa menjadi pilihan yang tepat bagi sumber daya manusia Indonesia untuk melakukan upskilling. Memperbaiki kualitas yang sudah mereka miliki untuk bisa menjadi lebih baik lagi.
“Apa yang kita butuhkan skill tadi, itu yang kita lakukan, langsung praktik,” jelas Arsjad.
Negara-negara maju mengadopsi sistem pendidikan vokasi
Di sisi lain, Arsjad mengatakan bahwa bangsa ini perlu rencana untuk mengusung talenta-talenta berbakat untuk praktik ke luar negeri pada industri-industri yang belum dimiliki Indonesia.
“Praktik kerjanya di sana. Balik dapat sertifikasi,” ujarnya.
Hal lain yang diungkapkan Arsjad Rasjid dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia secara efektif dan cepat adalah mengenai sistem pendidikan. Ia menjelaskan bahwa kita memiliki dua sistem pendidikan di bawah Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan. Menurutnya, harus ada aturan untuk memasukkan program vokasi dalam dua sistem pendidikan tersebut.
“Saya merasa bahwa penting sekali vokasi ini. Saya ngomong vokasi terus karena saya merasa itu menjadi salah satu kunci,” terang alumnus Pepperdine University, Amerika Serikat tersebut.
Sebagai contohnya, Arsjad menceritakan program vokasi yang masuk dalam sistem pendidikan sekolah-sekolah di Eropa dan disediakan untuk murid-muridnya.
“Jadi mereka bisa memilih jalur vokasi atau tidak. Yang dimana di situ, mereka begini, nggak semua berada. Kadang-kadang kasihan ada saudara-saudara kita yang memang harus membantu keluarganya. Kalau dia ambil satu sertifikat, misalnya, dia bisa kerja dulu. Habis itu, dia mau upgrade, dia ambil lagi,” imbuhnya.
BACA JUGA: Human Capital jadi Sudut Pandang Arsjad Rasjid Terhadap SDM
Dengan begitu, siswa yang kurang mampu bisa membiayai dirinya sendiri dan membantu perekonomian keluarga berkat vokasi dan sertifikat yang ia dapatkan saat sekolah. Inilah salah satu pemikiran Arsjad mengenai bagaimana meningkatkan sumber daya manusia Indonesia secara efektif dan cepat.