Istilah Brainrot yang populer belakangan ini berkaitan dengan kebiasaan manusia di era digital saat ini.

Konsumsi konten dengan durasi singkat yang tidak memberikan value apapun secara berlebihan, berdampak pada penurunan kondisi mental atau intelektual seseorang. Hal inilah yang disebut dengan Brainrot atau pembusukan otak.

Istilah ini muncul di tahun 2004, tetapi lebih banyak digunakan di tahun 2024. Di mana generasi alfa yang lebih sering terpapar konten receh di media sosial, menunjukkan adanya penurunan fungsi kognitif seperti malas membaca atau kesulitan menghafal dan menyimak dalam jangka waktu lebih panjang.

Fenomena brainrot yang mengkhawatirkan, terutama di kalangan generasi muda dan produktif saat ini, perlu dibenahi sedini mungkin agar tidak menurunkan kemampuan berpikir kritis, perhatian dan fokus, serta koneksi sosial individu. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampaknya.

1. Brainrot bisa dikurangi dengan digital detox

Arsjad Rasjid pernah membahas bagaimana kebiasaan chronically online atau terlalu sering online, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan penduduk dengan screentime terbanyak (lebih dari 6 jam per hari), menurut Data State of Mobile tahun 2024 oleh Data.ai.

Penggunaan media sosial atau gadget secara berlebihan, dapat meningkatkan potensi kecemasan dan turunnya produktivitas. Oleh karena itu, kita perlu menetapkan batasan durasi menggunakan media sosial atau internet (digital detox).

Gunakan bantuan aplikasi pengatur waktu atau digital health management yang saat ini mulai diintegrasikan pada smartphone maupun media sosial seperti Instagram. Cara ini membantu kita untuk lebih aware dan memahami pola konsumsi digital sehari-hari, sehingga dapat menentukan langkah untuk mengelolanya menjadi lebih sehat.

2. Melatih mindfulness

Latihan mindfulness membantu kita untuk fokus pada satu kegiatan di satu waktu. Hal ini membantu mengembalikan attention span atau rentang perhatian yang memendek, akibat terlalu sering mengonsumsi konten pendek di media sosial seperti Tiktok atau e-commerce.

Coba ganti 1 jam durasi menggulir media sosial dengan melakukan aktivitas lain yang dapat melatih fungsi kognitif kita. Misalnya dengan membaca buku atau menghafal kosa kata baru.

Atau bisa juga latihan bernafas selama 5 menit, dengan memfokuskan pikiran pada mengambil dan menghela nafas secara perlahan. Cara ini berguna untuk mengembalikan fokus, menurunkan stres serta meningkatkan daya ingat dan perhatian kita.

3. Olahraga secara teratur

Latihan fisik seperti olahraga tidak hanya bermanfaat bagi tubuh, tetapi juga otak. Dengan olahraga, metabolisme tubuh lebih baik, termasuk meningkatkan aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi penting ke otak.

Lakukan olahraga dengan total waktu 150 menit per minggu. Misalnya dengan jalan cepat, senam ketangkasan, bersepeda atau berenang. Metode ini dapat mengurangi risiko penurunan kognitif, menjaga ketajaman mental dan mengurangi pola hidup sedentary (malas bergerak.

4. Membaca buku

Konten digital singkat berisi pengetahuan, tidak dapat menggantikan fungsi membaca buku fisik. Saat kita membaca buku, melibatkan aktivitas kognitif yang lebih kompleks dan membutuhkan perhatian yang berkelanjutan.

Ini dapat mencegah efek Brainrot yang dapat memendekkan fokus, perhatian dan daya ingat kita. Latih diri membaca buku selama 30 menit per hari, dapat mencegah penurunan kognitif dengan signifikan.

5. Melakukan interaksi langsung

Brainrot tidak hanya berdampak pada kemampuan kognitif, tetapi juga berpengaruh pada koneksi sosial individu. Semakin banyak orang yang merasa kesulitan untuk membangun hubungan, berkomunikasi dan merespon dengan tepat, atau bahkan berempati pada orang lain.

Membangun interaksi tatap muka secara langsung dapat menjaga kesehatan mental dan emosional. Tingkatkan aktivitas yang melibatkan interaksi langsung seperti pertemuan rutin, anak-anak yang bermain atau kerja kelompok bersama, berkomunitas maupun berkumpul dengan keluarga.

Dengan demikian dapat membangun hubungan emosional yang lebih dalam serta menjaga kemampuan berempati pada manusia lainnya.

6. Menikmati alam

Cara lain mengurangi overstimulasi digital dan Brainrot di antaranya dengan lebih banyak berada di alam. Berbagai studi telah membuktikan bagaimana aktivitas di alam seperti camping, mendaki gunung, pergi ke pantai, berkebun atau bermeditasi di taman dapat membantu meningkatkan suasana hati dan menurunkan stres.

Berada di alam juga membantu mengasah naluri dan nurani kita, seperti memahami cara bertahan hidup, lebih banyak bersyukur, serta menyadari alam dan lingkungan sebagai elemen penting dalam hidup manusia.

7. Belajar keterampilan baru

Mempelajari ilmu dan keterampilan baru dapat menstimulasi berbagai area otak. Coba lakukan praktek belajar yang melibatkan gerak, fokus dan daya ingat kita. Seperti belajar bahasa asing, memainkan alat musik, merakit atau mencoba resep masakan baru.

Hal ini juga membantu melindungi kita dari degradasi fungsi kognitif, dengan lebih banyak mempraktekkan ilmu yang dipelajari. Aktivitas ini juga mendukung kemampuan kita untuk berpikir kreatif dan solutif.

BACA JUGA: Dopamine Detox, Mengapa Tren Ini Begitu Populer di Kalangan Gen Z? Simak Penjelasan Arsjad

Brainrot dapat terjadi ketika kita membiarkan otak mengalami kejenuhan akibat konten receh atau paparan digital yang tidak bernilai. Lawan kondisi tersebut dengan mulai mencoba sejumlah tips di atas, sehingga dapat menjaga kualitas hidup lebih baik hingga di masa mendatang.

You may also like

More in News