Isu PHK karyawan yang semakin marak dalam beberapa tahun terakhir memang menjadi topik yang kompleks. Di satu sisi, Indonesia sedang menikmati bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia produktif sangat besar. Namun, di sisi lain, lapangan kerja yang tersedia terbatas dan seringkali kualifikasinya belum sesuai dengan SDM yang ada.
Arsjad Rasjid sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, menjelaskan pandangannya saat ditanya mengenai hal ini dalam program CEO Talks yang tayang pada tanggal 16 Juli 2024 lalu.
Dirinya menjelaskan upaya menghadapi gelombang phk karyawan serta langkah strategis exporting skills sebagai solusi untuk menghadapi tantangan yang dihadapi oleh para pencari kerja.
Daftar Isi
PHK karyawan di tengah bonus demografi
Re-skilling dan Up-skilling sebagai Solusi
1. Reskilling
2. Upskilling
Exporting skills untuk menyiasati keterbatasan lapangan kerja
PHK karyawan di tengah bonus demografi
Bonus demografi adalah periode di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan yang usia non produktif. Dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi ini, karena dapat memberikan dampak positif maupun negatif.
Namun, kondisi ekonomi global saat ini yang turut memengaruhi perekonomian nasional telah memaksa banyak perusahaan untuk melakukan PHK. Sementara itu, generasi muda, terutama para fresh graduate, masih kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Menurut data Kemnaker, PHK di Indonesia di tahun 2024 menunjukkan tren kenaikan meskipun tengah menikmati bonus demografi. Pada semester I 2023, terdapat 26.400 pekerja yang mengalami PHK. Sementara di semester I tahun 2024, terjadi kenaikan sebesar 21% di mana 32.064 harus terkena layoff.
Dari data tersebut, jumlah PHK terbesar terjadi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 7.469 pekerja pada periode Januari-Juni 2024. Melansir dari GoodStats, angka ini juga menunjukkan bahwa di tengah perkembangan teknologi yang begitu cepat, kualitas SDM menjadi pertaruhan. Hal ini mendorong persaingan yang ketat karena hanya SDM dengan kualitas terbaik dan ‘berharga’ yang dipertahankan oleh perusahaan.
Oleh karena itu, Arsjad Rasjid menekankan pentingnya mempersiapkan skill SDM yang tersedia saat ini agar sesuai dengan kebutuhan pasar hingga 20 tahun ke depan. Apalagi saat ini mereka bukan hanya berkompetisi dengan sesama pelamar kerja, tetapi juga kemajuan teknologi seperti AI.
Re-skilling dan Up-skilling sebagai Solusi
Re-skilling dan up-skilling dapat menjadi jawaban agar SDM yang tersedia, dapat mengikuti perkembangan kebutuhan industri maupun perusahaan saat ini. Reskilling dan upskilling merupakan pendekatan yang dilakukan sebagai upaya pengembangan keterampilan tenaga kerja saat ini agar lebih siap dengan dinamika perubahan dunia kerja saat ini,
1. Reskilling
Merupakan pelatihan ulang supaya SDM memiliki keterampilan baru yang berbeda dari peran kerjanya saat ini. Hal ini biasanya diperlukan ketika sebuah pekerjaan sudah tidak relevan dengan kebutuhan perusahaan atau bila orang tersebut ingin shifting (beralih ke bidang lainnya.
2. Upskilling
Merupakan upaya peningkatan peningkatan keterampilan dan kompetensi dari yang sudah agar SDM dapat mengatasi tantangan baru. Misalnya bagaimana beralih pada proses yang telah menerapkan integrasi teknologi atau perkembangan lainnya.
Exporting skills untuk menyiasati keterbatasan lapangan kerja
Exporting skills adalah salah satu strategi untuk menyiapkan keterampilan dan kompetensi SDM Indonesia agar dapat disalurkan ke negara-negara yang mengalami senior demografi, di mana generasi mudanya kurang produktif.
Sebab, meskipun Indonesia sedang menikmati bonus demografi, beberapa negara lain mengalami sebaliknya. Mereka kekurangan generasi muda produktif, dan ini adalah peluang yang harus dimanfaatkan Indonesia.
Dengan menyalurkan tenaga kerja ke luar negeri, SDM Indonesia tidak hanya mengatasi keterbatasan lapangan kerja, tetapi juga mendapatkan pengalaman di industri yang mungkin belum berkembang di dalam negeri.
Sehingga ketika generasi muda ini kembali ke tanah air dan industri tersebut telah dibuka di Indonesia, kita sudah memiliki SDM terlatih yang bisa berkiprah di bidang itu. Sehingga ketika generasi muda ini kembali ke tanah air dan industri tersebut telah dibuka di Indonesia, kita sudah memiliki SDM terlatih yang siap berkontribusi.
BACA JUGA: Fenomena Layoff Startup, Arsjad Rasjid: Profitabilitas Sebagai Kunci Keberlanjutan
Namun untuk mewujudkan ini, penting bagi kita semua untuk memahami key metric yang harus dicapai. Kita bisa temukan detail terkait hal tersebut melalui White Book Peta Jalan Indonesia Emas yang disusun oleh KADIN, yang dirancang untuk mempersiapkan bangsa kita menuju Indonesia Emas 2045. Bersama-sama, kita bisa membuka jalan bagi generasi muda serta mampu mengurangi risiko PHK karyawan di masa depan.