News

Atlet Disabilitas dalam Panahan: Sejarah, Klasifikasi, Hingga Kompetisinya

ilustrasi atlet disabilitas

Atlet disabilitas kini memiliki semakin banyak akses untuk aktualisasi diri mereka sebagai olahragawan. Tak hanya di Indonesia, semakin banyak kompetisi-kompetisi yang dikhususkan bagi para penyandang disabilitas hingga di level Paralimpiade.

Paralimpiade adalah ‘Olimpiade’ bagi para atlet disabilitas. Penyelenggaraannya juga berdekatan dengan Olimpiade. Bahkan untuk cabang olahraga panahan, Indonesia sudah memastikan beberapa nama yang lolos kualifikasi menuju Paralimpiade XVII/2024 di Paris, Prancis.

Dikutip dari antaranews.com, tiga atlet sudah memastikan diri untuk tampil di cabang olahraga panahan Paralimpik 2024. Mereka adalah Kholidin dan Setiawan untuk recurve men open, serta Ken Swagumilang untuk compound men open. Hasil bagus ini tercapai setelah ketiganya tampil menawan dalam Kejuaraan Dunia Para-Panahan di Pilsen, Republik Ceko bulan Juli 2023 lalu.

Secara umum, para-panahan merupakan cabang olahraga bagi atlet-atlet panahan dengan cacat fisik atau penglihatan. Tentang aturan games atau format kompetisi memang berbeda. Selain kategori recurve dan compound, ada juga kategori W1 untuk atlet tunanetra berat dan kategori tunanetra.

Dalam pelaksanaannya, atlet disabilitas panahan juga menggunakan alat bantu, khususnya untuk menarik dan melepaskan busur. Mereka juga diperbolehkan memakai perangkat-perangkat tambahan, seperti penutup mulut atau kursi roda untuk menunjang kemampuan memanah mereka. Yang menarik, atlet disabilitas di olahraga panahan juga bisa bersaing dengan berbadan sehat dalam perlombaan memanah sasaran.

Sejarah para-panahan

Dikutip dari worldarchery.sport, di tahun 1940-an, seorang dokter untuk para veteran perang, Dr. Ludwig Guttmann yang bekerja di Rumah Sakit Stoke Mandeville menganggap bahwa panahan adalah olahraga yang bagus bagi penyandang disabilitas. Ia menggunakannya sebagai sebuah rehabilitasi untuk pasien-pasien yang mengalami luka pada tubuhnya.

Tak hanya merehabilitasi, Guttmann juga menciptakan turnamen panahan pertama bagi penyandang disabilitas di rumah sakit tersebut. Kepeduliannya membuat banyak masyarakat menganggap Guttmann sebagai pendiri gerakan Paralimpiade.

Turnamen pertama yang digelar tahun 1948 diikuti oleh 16 atlet disabilitas. Sukses, kompetisi ini kemudian diadakan setahun sekali. Di tahun 1952, kompetisi ini resmi menjadi ajang internasional setelah diikuti oleh tim dari negara lain, yaitu Belanda.

Dalam sejarah Paralimpiade, panahan sudah diikutsertakan sejak gelaran perdana di Roma pada tahun 1960 silam. Untuk ketentuan kompetisinya diatur oleh Komite Paralimpiade Internasional hingga tahun 2009, saat kepemilikan peraturan, promosi dan regulasi kejuaraan dunia beralih kepada World Archery.

Klasifikasi kompetisi panahan bagi atlet disabilitas

Dengan beragamnya kondisi dan penyebab disabilitas, klasifikasi untuk para-panahan pun juga diatur secara terstruktur. Sistem tersebut menentukan bagaimana seorang atlet disabilitas bisa mengikuti kompetisi dan alat bantu apa saja yang diperbolehkan untuk digunakan.

Selain itu, ada juga catatan-catatan dalam kompetisi yang memutuskan apakah seorang atlet disabilitas memenuhi syarat untuk mengikutinya. Seandainya lulus, mereka nantinya juga akan dibagi dalam kelompok-kelompok yang memenuhi syarat. Ini berdasarkan tingkat keparahan gangguan disabilitas dengan harapan untuk menciptakan kompetisi yang adil dan setara bagi semua atlet. Penilaian tersebut dilakukan oleh pengklasifikasi yang terpercaya.

Kategori kompetisi para-panahan

Dalam para-panahan, atlet disabilitas kategori recurve open bertanding dengan menggunakan busur recurve. Sementara kategori compound open menggunakan busur compound.

Untuk pemanah yang masuk dalam kategori W11 diperbolehkan menggunakan busur recurve atau busur majemuk dengan beberapa catatan, seperti batasan berat tarikan, pembatasan untuk scope, serta beberapa aturan khusus lainnya. Sementara untuk target, kompetisi dan matchplay, atlet disabilitas kategori W1 biasanya sama dengan pemanah gabungan.

Bagi atlet penyandang tunanetra, tersedia dua kategori para-panahan, yaitu VI1 dan VI2/3, masing-masing memiliki catatan tentang tingkat keparahan disabilitasnya. Salah satunya, atlet disabilitas dengan halangan yang lebih ringan diharuskan memakai penutup mata saat bertanding.

Jarak tembakan bagi atlet tunanetra adalah 30 meter, menggunakan alat bidik taktil yang menyentuh punggung tangan untuk membidik. Hal ini diizinkan untuk membantu para atlet memasang anak panah dan melesatkan tembakan.

Sayangnya, kategori ini masih belum masuk dalam salah satu program dalam cabang olahraga panahan di Paralimpiade.

BACA JUGA: Mengenal Compound Bow, Wajah Baru Seni Panahan Modern

Itulah fakta-fakta menarik mengenai sejarah, klasifikasi, hingga kompetisi panahan yang dikhususkan bagi atlet disabilitas. Dengan semakin terbukanya kesempatan bagi mereka, semakin banyak pula yang mampu mengharumkan nama bangsa lewat olahraga panahan.

You may also like

More in News