Tokoh pengusaha nasional Arsjad Rasjid selalu menekankan bahwa memiliki sifat yang agile merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam membentuk gaya kepemimpinan seseorang. Hal tersebut ia ungkapkan dalam podcast YouTube bersama Gita Wirjawan.
Hadir sebagai narasumber di perbincangan bertema ‘Bernegara dan Berbisnis di Tengah Machiavellianisme,’ Arsjad membahas tentang cara kepemimpinannya yang berbasis pada konsep ASA, yaitu Authentic, Spirituality, Agility. Selain itu, ASA juga memiliki makna lain, yaitu menjadi pemimpin yang memberikan harapan bagi orang-orang di sekitarnya.
Dalam dunia usaha Indonesia, agile bisa diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berpikir dengan cara yang cepat dan cerdas. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan cara bekerja beradaptasi di mana waktu, tempat kerja, dan peran yang dijalankan orang, semuanya dapat disesuaikan sesuai kebutuhan.
Dibutuhkan pemimpin yang agile untuk hadapi perubahan
Iklim usaha saat ini membutuhkan sosok pemimpin yang agile. Tak hanya tangguh dalam berusaha dan cepat bangkit dari keterpurukan, tapi juga mampu mengimbangi perkembangan zaman yang amat sangat cepat.
Host podcast, Gita Wirjawan mengambil contoh sebuah perusahaan yang gagal beradaptasi dan agile, yaitu BlackBerry. Bagi Anda yang mengenal, brand smartphone dan sistem operasinya ini begitu sukses di masanya, merebut perhatian banyak orang dalam waktu sekejap.
Tetapi sayangnya, ketidakmampuan beradaptasi dengan zaman menghapus nama BlackBerry dari persaingan ponsel dunia. Hilang tak berbekas dalam waktu yang singkat, kalah bersaing dengan sistem operasi Android dan iOS yang kini merajai dunia smartphone.
Transformasi adalah kunci menuju kesuksesan
Menimpali pernyataan Gita Wirjawan tentang kemampuan dan kemauan untuk beradaptasi dengan zaman, Arsjad menjelaskan bahwa kata kunci untuk sebuah kesuksesan di era ini adalah ‘transformasi.’
“Kalau saya bilang, orang kadang-kadang takut mengatakan kata transformasi. Padahal kita harus transform terus. We have to transform, all the time! Apalagi dengan keadaan yang sangat cepat sekarang ini,” kata Arsjad.
Dengan mindset ‘transformasi’ tersebut, Arsjad menjelaskan bahwa setiap orang harus mampu untuk agile demi mendukung perubahan yang berkelanjutan.
“Once kita nggak itu (agile), jatuh. Kayak BlackBerry itu contohnya,” jelas Ketua Umum PB Perpani tersebut.
Arsjad lawan rasa takut terhadap perubahan
Supaya tetap bisa agile, Arsjad memiliki beberapa pemikiran yang ia terapkan dalam perusahaannya.
“Pertama itu jangan takut dengan perubahan dan itu harus ditanamkan terus, bahwa change itu adalah sesuatu yang tadi, bahwa we keep transforming,” terang Arsjad.
Lebih lanjut Arsjad menjelaskan bahwa perubahan dalam dunia ini akan terus berlanjut. Tetapi manusia adalah makhluk yang paling takut menghadapinya. Tentu saja, karena ketika kita sudah berada pada zona nyaman, segalanya begitu indah dan sulit untuk dilepaskan, bukan?
“Fear of change. Nah itu, fear-nya yang harus dihilangkan. Itu harus dicontohkan oleh kita. Kan ‘look at the leaders’,” imbuhnya.
Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) untuk Ganjar-Mahfud tersebut kemudian memberikan contoh ketika Indonesia mulai mengadopsi Revolusi Industri 4.0 yang berfokus pada digitalisasi. Lima tahun lalu kita berpikir bagaimana supaya mampu beradaptasi dengan revolusi ini. Jalan satu-satunya adalah dengan melakukan digitalisasi di segala lini dan itu harus dilakukan secara serius.
“Akhirnya kita mikir, we have to do it. Tapi kalau kita tidak melakukan transformasi dengan ‘real numbers,’ bukan hanya performa doang tapi juga bottom line. Seriously kita bilang, ‘let’s do something about it.’ Itu ternyata berhasil,” tuturnya.
Keberanian bisa ubah keadaan menjadi lebih baik
Arsjad menceritakan tentang bagaimana usahanya untuk beradaptasi dengan digitalisasi. Kala itu ia mencoba melakukannya pada salah satu tambang milik perusahaannya. Padahal site tersebut sedang mengalami kerugian kita-kira 1 juta dollar per bulan.
Bagaimana cara Arsjad mengubah tambang tersebut agar mampu memberikan profit bagi perusahaan?
Ia kemudian mencoba menerapkan teknologi-teknologi terbaru dalam pengerjaan tambang tersebut. Dimulai dari manusianya. Bahkan untuk pengoperasian alat-alat berat, Arsjad memberikan prioritas pilihan kepada kaum wanita.
“Perempuan itu lebih hebat daripada pria karena waktu fokus itu (mereka) lebih lama. Jadi lebih kuat wanita dibanding laki-laki,” ujarnya.
Transformasi ini pada awalnya, diakui Arsjad, cukup bikin khawatir. Namun dengan tekad yang kuat, serta keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman, ia pun melakukannya.
Sebuah keputusan yang berbuah manis. Percobaan untuk beradaptasi itu akhirnya membalikkan keadaan. Kerugian tambang secara berangsur berubah menjadi keuntungan.
“Making money. Kenapa? Berubah. Walaupun ketakutan,” ungkap Arsjad.
Kekhawatiran akan transformasi itu tidak hanya dirasakan oleh Arsjad seorang. Ia mengatakan bahwa pada waktu itu para pekerja juga merasa takut bila perubahan tersebut bakal membuat mereka tersingkir dari perusahaan. Tetapi Arsjad memastikan bahwa mereka yang terdampak dengan perubahan tersebut akan mendapatkan pekerjaan di bidang lain.
Transformasi dari kerugian menjadi keuntungan tersebut juga tak luput dari usaha-usaha lain milik grup perusahaan Arsjad. Kesuksesan itu menular, membuat perusahaan lain juga ingin meniru adaptasi teknologi tersebut sehingga memunculkan kompetisi yang sehat.
“Akhirnya coba satu pit (tambang) lagi. Akhirnya the whole company transform untuk digitalization,” tukas Arsjad.
Arsjad menyimpulkan bahwa inti dari transformasi tersebut adalah agile. Kemampuan untuk melepaskan rasa takut terhadap perubahan itu sangat penting karena itu hanyalah perasaan manusia saja.
BACA JUGA: Mengenal Lebih Dalam Gaya Kepemimpinan ASA oleh Arsjad Rasjid
Ia mengingatkan bahwa ketika ketakutan hadir, muncul kewaspadaan yang memicu ketidakmampuan untuk melangkah dan tertutupnya inovasi. Tetapi harus diingat bahwa terkadang kita harus mengalahkan rasa takut untuk meraih sesuatu, termasuk juga kesuksesan dalam usaha.