JAKARTA – Pengusaha nasional Arsjad Rasjid mengungkapkan peluang investasi yang ada di Provinsi Gorontalo, walaupun saat ini kinerja perekonomian wilayah tersebut belum pulih seutuhnya. Kata dia, banyak hal yang dapat dikembangkan, tentu dengan prakondisi yang juga harus disiapkan.
Satu di antara sektor usaha yang sangat potensial di Gorontalo adalah industri pengolahan. Saat ini, katanya, provinsi tersebut banyak mendatangkan barang kebutuhan rumah tangga dari wilayah lain.
“Bahkan impor barang dan jasa merupakan kontributor terbesar kedua untuk perekonomian Gorontalo. Jadi peluangnya sangat besar,” paparnya, Kamis (21/4).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dari sisi pengeluaran pada 2021, 61,8% perekonomian Gorontalo ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Sektor ini sangat menentukan arah pergerakan ekonomi provinsi tersebut, terutama mengingat porsinya yang sangat besar. Kinerja konsumsi rumah tangga pada 2021 masih cenderung lambat, hanya mampu tumbuh 2,4% (yoy).
Dengan adanya keterbatasan pada industri pengolahan, pemenuhan kebutuhan lokal banyak dipasok dari luar Gorontalo. Hal ini tercermin dari proporsi impor barang dan jasa terhadap PDRB yang menempati posisi kedua terbesar setelah konsumsi rumah tangga sebesar 38,1% pada tahun 2021. Impor tumbuh cukup signifikan sebesar 7,7% (yoy) pada 2021 seiring dengan pulihnya perekonomian pasca pandemi.
Secara sektoral, perekonomian Gorontalo ditopang oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Porsinya meningkat, dari 37,0% di 2015 menjadi 38,9% pada 2021.
Sayangnya, kinerja sektor penopang utama itu belum pulih sepenuhnya dan hanya mampu tumbuh 1,8% (yoy) pada 2021. Demikian halnya dengan sektor perdagangan dan konstruksi yang memiliki porsi terbesar kedua dan ketiga yang masing-masing porsinya 12,3% dan 10,5%. Kinerja dua sektor itu hanya tumbuh 3,4% (yoy) dan 1,2% (yoy). Terlalu berat untuk mengangkat ekonomi Gorontalo.
Menurut Arsjad, untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor, perkembangan sektor industri pengolahan perlu didorong. “Dengan demikian, sektor tersebut dapat menyerap kebutuhan konsumsi rumah tangga domestik serta meningkatkan ruang untuk tenaga kerja,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjutnya, Provinsi Gorontalo dan Kementerian Investasi perlu mendorong aliran investasi ke wilayah tersebut, khususnya untuk sektor pengolahan. “Saat ini, alokasi penanaman modal yang tertanam untuk sektor pengolahan di Gorontalo masih sangat sedikit,” ungkap Arsjad.
Selama lima tahun terakhir, akumulasi alokasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk sektor industri pengolahan hanya Rp1,1 triliun, 18,0% dari total akumulasi PMDN yang masuk ke Gorontalo, yaitu Rp6,1 triliun. Begitu pun dengan Penanaman Modal Asing. Jika diakumulasikan selama lima tahun terakhir, porsi untuk sektor industri pengolahan hanya 10,5% dari total akumulasi PMA Gorontalo yang mencapai US$399 juta.
Untuk mendukung daya tarik para investor, Arsjad menyarankan agar pemerintah setempat mendorong pengembangan sumber daya manusia. “Jangan sampai, ketika ada investasi yang masuk seperti di sektor pengolahan, justru mendatangkan SDM dari luar provinsi,” ujarnya.