News

Mengenal Compound Bow, Wajah Baru Seni Panahan Modern

ilustrasi compound bow

Dalam meningkatkan prestasi para atlet PB Perpani, sang Ketua Umum, Arsjad Rasjid memiliki target tinggi dengan wajib berada di 10 besar peringkat Federasi Panahan Dunia di dua disiplin recurve dan compound bow. Tujuannya, tak lain dan tak bukan adalah untuk mengincar tingkatan tertinggi pada cabang olahraga panahan, yaitu gelar medali emas di Olimpiade Paris 2024.

Bicara tentang compound bow, perlengkapan memanah ini pasti sudah tidak asing bagi Anda yang sedang mendalami archery. Kita tahu bahwa sejak pertama kali ditemukan puluhan ribu tahun lalu, panahan terus berevolusi mengikuti kebutuhan manusia.

Di dunia modern, ketika tidak lagi digunakan untuk berperang dan lebih fokus pada dunia olahraga, compound bow menjadi salah satu produk dari evolusi panjang tersebut. Busur ini cukup populer bagi para atlet panahan.

Dengan compound bow, memanah menjadi lebih mudah dan efisien. Inovasi ini ditemukan pada tahun 1960 dengan mengandalkan sistem yang lebih modern berupa katrol dan kabel. Hasilnya, memanah jadi lebih cepat, lebih akurat, dan lebih menyenangkan (bagi sebagian orang) dibandingkan dengan jenis busur-busur lainnya.

Walau begitu, baru pada Kejuaraan Panahan Dunia tahun 1995, compound resmi diperkenalkan, menemani recurve yang sudah lebih dulu menjadi disiplin olahraga panahan.

Perangkat-perangkat pada compound bow

Dalam mekanisme penggunaannya, pemanah dengan compound bow menarik tali busur dengan menggunakan alat bantu pelepas anak panah. Sistem kerja busur ini membuat para atlet jadi lebih ‘hemat tenaga.’

Dikutip dari worldarchery.sport, penggunaan energi untuk menembak dengan menggunakan compound bow membutuhkan kekuatan sekitar 28 kilogram. Saat menarik penuh, beban yang ditahan oleh seorang pemanah mencapai 6 kilogram. Namun saat anak panah dilepaskan, kecepatannya bisa mencapai lebih dari 350 kilometer per jam. Wah!

Selain itu, alat bantu berupa kaca pembesar juga diperbolehkan untuk dipasang pada busur ini. Layaknya seorang penembak runduk, penggunaan komponen ini membuat kompetisi jadi lebih menarik. Tembakan lebih tepat sasaran dan setiap pertandingan berjalan lebih menarik dan menegangkan, tak hanya bagi pemanah tapi juga penontonnya.

Dalam penggunaannya, seorang atlet yang menggunakan compound bow menggunakan riser atau pegangan yang berfungsi sebagai alas untuk menghubungkan perangkat limbs. Pada ujung limbs terdapat perangkat yang berfungsi seperti katrol, disebut sebagai cams. Perangkat ini kemudian dihubungkan dengan kabel dan tali busur.

Seperti disebutkan di atas bahwa compound bow juga dilengkapi dengan sight atau perangkat sejenis teropong untuk meningkatkan penglihatan terhadap sasaran. Alat ini dipasang pada riser menggunakan semacam penjepit, ditemani dengan bubble level.

Selain itu juga ada stabilisator, batang panjang yang menonjol secara horizontal di depan riser, serta batang pendek mencuat ke samping atau belakang, dan biasanya dilengkapi dengan pemberat. Fungsinya untuk menyeimbangkan busur saat pemanah sedang membidik sasaran.

Yang terakhir adalah peredam. Perlengkapan compound bow ini berfungsi mengurangi getaran saat panah dilepaskan.

3 fase saat memanah dengan compound bow

Dalam membidik dan menembak menggunakan compound bow, kita tidak hanya dituntut memiliki fisik yang prima. Seperti disiplin panahan lain, dibutuhkan juga kendali mental tingkat tinggi untuk fokus dalam menjaga kestabilan busur Anda.

Sangat penting bagi seorang pemanah untuk membidik dan mengeksekusi di saat yang tepat, dengan ketinggian dan kecepatan yang juga tepat. Apalagi ketika berada di tengah-tengah kompetisi, di mana faktor-faktor lain juga sangat menentukan, seperti kecepatan angin, jarak sasaran, hingga riuh rendah suara penonton yang mungkin sengaja mengganggu konsentrasi seorang atlet agar jagoannya tidak kalah.

Walaupun dilengkapi dengan alat-alat yang modern, atlet yang menggunakan compound bow juga harus berlatih keras dan konsisten agar bisa meraih capaian tertinggi. Ada tiga fase berbeda yang menemani saat seseorang menggunakan busur ini.

Di fase pertama, seorang atlet menarik busur secara maksimal hingga berhenti secara mekanis. Tahap ini membutuhkan tenaga yang lebih besar. Semakin ditarik, beban beratnya semakin berkurang sehingga membuat pemanah lebih nyaman dalam membidik sasaran.

Pada fase kedua, pemanah akan mulai melakukan bidikan. Dengan bantuan scope serta memperhitungkan kondisi alam, seorang atlet akan mencoba mendapatkan poin tertinggi dengan menarget bagian tengah papan sasaran.

Di fase terakhir, ketika pemanah sudah yakin dan mantab dengan segala hal, termasuk konsentrasi, postur, bidikan, dan lain sebagainya, anak panah pun dilepaskan. Kesadaran dalam melakukan tembakan ini biasanya disebut sebagai ‘punching.’

Dibutuhkan kekuatan fokus dan mental dalam mengeksekusi fase ketiga ini. Bila lalai, seorang atlet biasanya akan mengalami panik dalam sekejap. Walau sebentar, tetapi sudah pasti gangguan tersebut akan mengganggu kemampuan dan laju anak panah.

Itulah mengapa Arsjad Rasjid mengibaratkan panahan sebagai latihan untuk keseimbangan hidup. Menurutnya, presisi bukan satu-satunya kunci keberhasilan dalam dunia panahan. Lebih dari itu, seorang pemanah juga harus bisa mengontrol keseimbangan tubuh dan pikiran.

Dengan latihan untuk memperkuat keseimbangan ini, Anda juga berlatih untuk memiliki peluang atau akurasi yang lebih besar. Sebaliknya, satu gerakan kecil saja bisa berpengaruh pada laju anak panah. Ujung-ujungnya, makin tidak konsentrasi, tembakan meleset, akhirnya terlempar dari kompetisi

Ragam kompetisi dengan compound bow

Bicara tentang kompetisi, penggunaan compound bow pada olahraga panahan sudah mencapai pada pertandingan-pertandingan kelas elit yang dipertandingkan di seluruh dunia. Meski begitu, disiplin ini tidak akan dihadirkan pada Olimpiade.

Sejak Kejuaraan Dunia Panahan 1995, compound bow terus menemani para atlet. Disiplin ini disejajarkan dengan disiplin recurve sejak Piala Dunia Panahan Hyundai yang berlangsung pada 2006 silam.

Dalam perlombaannya, seorang pemanah compound diharuskan menembak sasaran sejauh 50 meter dengan papan sasaran berdiameter 80 cm. Di fase kualifikasi, atlet dipersilakan melakukan 72 kali tembakan untuk mendapatkan peringkat berdasarkan skor total.

Selanjutnya, peserta yang lolos akan memasuki fase eliminasi di mana mereka berhadapan satu lawan satu. Sang pemenang berhak maju ke babak selanjutnya, sementara yang kalah harus menerima nasib, tersingkir dari persaingan.

BACA JUGA: Menelusuri Jejak Recurve Bow: Asal-Usul hingga Kegemilangannya di Ajang Olimpiade

Disiplin compound menerapkan penilaian berdasarkan skor kumulatif yang tujuannya untuk mendapatkan jumlah poin tertinggi. Untuk pertandingan individu, seorang pemanah memiliki 15 anak panah untuk 15 kali kesempatan menembak. Untuk beregu campuran sebanyak 16 anak panah, dan pertandingan beregu sebanyak 24 anak panah.

You may also like

More in News