News

Menelusuri Jejak Recurve Bow: Asal-Usul hingga Kegemilangannya di Ajang Olimpiade

ilustrasi recurve bow

Dalam dunia panahan, busur recurve atau Recurve Bow seringkali menjadi andalan bagi para pemanah. Tak hanya di kompetisi biasa, juga pada ajang internasional, seperti Olimpiade.

Recurve bow memang merupakan jenis busur yang paling diminati di olahraga panahan sekarang ini. Secara desain, busur ini terdiri dari tiga bagian utama. Dari riser yang berfungsi sebagai pegangan dan tempat aksesori lain dipasang, serta sepasang limb yang merupakan sumber energi pegas busur.

Di Indonesia, popularitas recurve bow juga sangat tinggi. Lewat gemblengan PB Perpani yang diketuai Arsjad Rasjid, beberapa atlet bahkan sudah mempersiapkan diri untuk tampil di Olimpiade Paris 2024 pada nomor ini. Salah satu di antaranya adalah pemanah muda, Arif Dwi Pangestu, yang pernah mengandaskan mantan juara dunia Kim Woojin di babak 16 besar Kejuaraan Dunia Panahan 2023 Berlin, Jerman.

Recurve bow: evolusi satu milenia yang kini mendunia

Mengulik tentang recurve bow, hal menarik dari busur ini adalah sejarahnya. Siapa sangka, perlengkapan memanah tersebut melalui evolusi yang sangat panjang, mengarungi ruang dan waktu selama satu milenia. Jadi, bukan tidak mungkin para nenek moyang kita dulu sudah menggunakan jenis busur ini untuk berburu dan berperang, sebelum kemudian menjadikannya sebagai perlengkapan olahraga di masa yang damai.

Saat menggunakan busur ini, anggota badan diposisikan pada bagian atas dan bawah, sementara ujung-ujung busur melengkung menjauhi pemanah. Ini pula yang menjadi alasan dari penamaan recurve, atau ‘kurva ulang.’

Dalam dunia panahan profesional, recurve bow sudah digunakan di Olimpiade sejak tahun 1972. Berkat hal ini, pengembangan busur recurve terus dilakukan demi memberikan kenyamanan dan ketepatan tembakan para pemanah di ajang-ajang kompetitif.

Cara menggunakan recurve bow untuk memanah

Secara teori, saat menggunakan busur recurve seorang pemanah memegang pegangannya sembari mengangkat lengannya setinggi bahu, lalu menarik tali kembali ke wajahnya menggunakan jari-jarinya. Sejurus kemudian setelah bidikan dirasa pas, sang atlet akan meregangkan jari untuk melepaskan senar, sekaligus melepaskan tembakan.

Dalam kacamata fisika, energi yang tersimpan pada anggota badan yang tertekuk ditransfer melalui tali dan masuk ke anak panah, yang semakin memperkuat tembakan anak panah. Tarikan busur recurve secara kompetitif, yang dilakukan oleh atlet profesional rata-rata memerlukan gaya lebih dari 20 kilogram, dan anak panah yang ditembakkan dari busur recurve mampu melaju dengan kecepatan lebih dari 200 kilometer per jam.

Dulu kayu, recurve bow kini dilapisi serat karbon

Pembuatan recurve bow dengan teknologi modern juga mengalami pengembangan. Tak lagi mengandalkan serat-serat kayu, busur itu kini terbuat dari serat karbon laminasi dan busa karbon yang memperkuat bagian ‘badannya’. Meski begitu, masih banyak produsen-produsen busur recurve tradisional yang masih mengandalkan bahan-bahan alami, seperti bambu sebagai salah satu campuran dalam menciptakan peralatan tersebut.

Pada badan recurve bow memiliki riser, atau pegangan. Biasanya riser terbuat dari aluminium atau serat karbon yang berfungsi sebagai alas tempat limb panahan. Limb berada pada bagian ujung busur yang menjadi penahan tekanan ketika tali busur ditarik ke belakang sebelum pemanah melepaskan tembakan.

Untuk membantu meningkatkan akurasi tembakan, pemanah biasanya menggunakan sight yang dipasang pada riser. Selanjutnya juga ada stabilisator, batang panjang yang menonjol dari depan riser, batang pendek yang menonjol ke samping atau belakang, serta peredam, yang membantu menyeimbangkan busur dan mengurangi getaran saat anak panah dilepaskan.

Sejarah recurve bow di kompetisi internasional

Seperti disebutkan di atas bahwa dalam dunia olahraga modern, pengembangan recurve bow untuk para atlet profesional sudah dimulai sejak gelaran Olimpiade 1972. Termasuk juga digunakan dalam kompetisi Paralimpiade dan pertandingan-pertandingan kelas dunia.

Aturan mainnya, pemanah recurve diberi tantangan untuk menembak dengan jarak sasaran sejauh 70 meter. Papan sasaran memiliki ukuran diameter sebesar 122 sentimeter dengan 10 cincin yang yang menjadi poin tembakan yang diameter ukurannya 12,2 sentimeter.

Pada fase kualifikasi, atlet memiliki kesempatan menembakkan 72 anak panah. Selanjutnya pemanah akan mendapatkan peringkat berdasarkan skor totalnya. Nilai tersebut nantinya akan menentukan unggulan-unggulan teratas. Dilanjut dengan Fase Eliminasi, di mana atlet akan bertarung secara head-to-head dan setiap pemenang akan melaju ke babak selanjutnya.

Untuk sistem penilaian pertandingan menggunakan set. Setiap pemain harus berebut memenangkan enam set point dalam kompetisi individu atau lima set point untuk kompetisi beregu atau beregu campuran.

Pemenang akan mendapatkan dua set point. Sementara untuk hasil imbang, masing-masing mendapatkan satu set point. Untuk satu set terdiri dari tiga anak panah pada kompetisi individu, empat anak panah pada kompetisi beregu campuran, dan enam anak panah pada kompetisi beregu.

BACA JUGA: Mengenal Berbagai Perlengkapan Panahan Kuno dari Seluruh Dunia

Itulah sekelumit kisah tentang recurve bow. Dari busur kayu biasa, kini menjadi salah satu nomor dalam olahraga panahan internasional dan Olimpiade.

You may also like

More in News