News

Pemanah Dikenal Sangat Jago Matematika, Mitos atau Fakta?

tentang pemanah yang jago matematika

Negara kita terus menghasilkan para pemanah berbakat yang semakin gemar mempersembahkan prestasi dan mengharumkan nama bangsa. Tak hanya Tiga Srikandi, Nurfitriyana Saiman, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani yang sukses mempersembahkan medali pertama Indonesia di ajang Olimpiade (Seoul di tahun 1998), kini semakin banyak atlet-atlet panahan yang mampu menembus kompetisi-kompetisi internasional.

Keberhasilan para pemanah dalam mempersembahkan yang terbaik untuk negara ini tak lepas dari dukungan induk cabang olahraga panahan Indonesia, PB Perpani. Secara estafet, sang Ketua Umum, Arsjad Rasjid meneruskan berbagai program yang mendukung perkembangan atlet-atlet pelatnas. Bahkan beberapa pemanah Indonesia sudah memastikan diri berlaga di Olimpiade Paris 2024 mendatang.

Arsjad berharap, pemanah mampu mewujudkan target PB Perpani yang ingin mengulang kesuksesan Indonesia di Olimpiade 1988, Korea Selatan. Bahkan lebih baik, yaitu dengan meraih medali emas.

“Kalau saat itu hanya perak, di Paris semoga bisa emas,” kata Arsjad di sela-sela acara pelantikan pengurus PB Perpani periode 2022-2026.

Tentang para atlet panahan, ada ungkapan yang mengatakan jika selain jago bidik, masing-masing dari mereka sangat ahli dalam matematika, terutama soal penjumlahan di luar kepala. Mitos atau fakta ya?

Pemanah punya kemampuan cepat dalam menghitung angka?

Banyak anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemanah handal tidak hanya hebat dalam urusan membidik, tetapi juga jago kalau disuruh hitung-hitungan angka. Apakah benar?

Bagi atlet panahan, bergelut dengan 72 anak panah selama babak kualifikasi adalah hal biasa. Setiap babak, ada enam anak panah yang dilepaskan di mana tiap tembakan bernilai satu hingga 10 poin (nol bila meleset).

Jadi kalau dipikir-pikir, ada 8008 kombinasi nilai panah yang berbeda, tergantung ke mana anak panah itu mendarat. Bisa lima angka 10 dan sembilan; tiga angka 10, dua angka sembilan dan satu angka delapan; atau bahkan tetap nol karena semuanya meleset.

Dikutip dari worldarchery.sport, tugas seorang pemanah tidak semudah membidik dan melepaskan anak panah saja. Selain fokus mencapai sasaran terbaik, mereka juga terus melakukan hitung-hitungan untuk memperkirakan keunggulan atau ketertinggalan angka mereka dengan kompetitor lainnya.

Dengan terbiasa melakukan perhitungan, tanpa bantuan kalkulator atau kertas buram dan pensil, wajar bila mereka begitu cepat bila ditanya tentang penjumlahan. Pemanah Austria, Nico Wiener menjelaskan bahwa hitung-hitungan skor tersebut terjadi secara otomatis di dalam kepala.

“Anda menembak, perhatikan target Anda dan ketahui berapa skornya. Bagiku, setidaknya seperti itu,” kata sang juara dunia.

Dengan penghitungan tersebut, seorang pemanah tahu poin mana yang ia incar dan berapa skor akhir yang harus mereka dapatkan untuk memenangkan pertandingan.

“Ketika Anda tahu bahwa Anda menembak enam sembilan, itu 54, Anda sering kali hanya mengerjakannya dari sini. Dua angka 10 dan satu angka delapan – dan sisanya mencapai angka sembilan – merupakan satu angka di atas rata-rata sembilan, jadi 55,” tutur Sjef van den Berg, mantan pemain internasional Belanda.

Pemanah terbiasa menjumlah di luar kepala

Koneksi yang kuat antara panahan dan matematika juga dirasakan oleh Crispin Duenas, atlet panahan dari Kanada. Bahkan hubungan ini terasa sangat kuat karena di kesehariannya, Duenas adalah seorang guru matematika dan fisika. Menurutnya, pemanah mampu menghitung angka dengan lebih cepat ketimbang orang biasa.

“Setiap pemanah yang menjumlahkan angka-angka sederhana, mereka mungkin melakukannya lebih cepat daripada rata-rata orang yang tidak berhitung setiap hari,” ungkap Duenas.

“Hal ini berulang, jadi sering kali pemanah menghafal polanya. Dan saya pikir mencetak skor dalam panahan membuat orang bisa melihat pola dalam angka-angka,” tambahnya.

Sjef van den Berg, yang pasti sudah veteran dalam hal memanah dan berhitung berpendapat bahwa berbagai aspek yang ada dalam olahraga tersebut membuat otak jadi terbiasa dengan angka dan pola-polanya.

“Anda terus-menerus menganalisa apa yang Anda lakukan, ritme Anda. Setidaknya saat Anda sedang fokus,” jelas Sjef.

“Anda menembak dan segera mengetahui hasilnya. Lalu menilai dari hasilnya, Anda perlu berpikir apa yang harus dilakukan dengan tembakan Anda untuk membuat panah mengarah ke sana. Ada banyak analisis retrospektif terhadap pola tersebut,” imbuh peraih dua medali di ajang European Games 2015.

Panahan untuk terapi autisme

Bukan melulu menghitung angka. Panahan juga mewajibkan atletnya untuk selalu fokus, menjaga ketenangan, serta menekan stres agar tetap memiliki kepercayaan diri di setiap tembakan anak panah. Kinerja otak benar-benar dilatih secara keras untuk meraih hasil yang optimal sehingga di beberapa negara, olahraga ini dimanfaatkan sebagai terapi bagi penderita autis.

Mike Schloesser, pemanah compound asal Belanda setuju bahwa memanah merupakan olahraga yang bermanfaat untuk melatih otak. Ia mengatakan bahwa memanah juga digunakan sebagai terapi untuk penderita autis yang tergabung dalam klubnya.

“Kami juga memiliki anggota autis di klub kami,” tutur Scholesser.

“Sejak dia mulai, dia menjadi lebih tenang dan kehidupan sehari-harinya menjadi sedikit lebih mudah,” ungkap peraih medali emas di European Games 2019 lalu untuk men’s individual compound.

Fakta baru ini bisa menjadi pertimbangan bagi masyarakat Indonesia. Sebuah metode yang patut dicoba lewat suatu aktivitas yang menyenangkan, sekaligus memberi ruang eksplorasi yang lebih luas bagi penderita autisme.

BACA JUGA: Cara Coping Stress dari Olahraga Panahan, Seperti Apa?

Apakah pemanah memiliki kemampuan matematika yang sangat baik? Mungkin tidak semuanya. Namun yang pasti, olahraga yang satu ini melatih kemampuan daya pikir Anda sehingga lebih cermat dalam hitung-hitungan angka dan, tentu saja, memperkirakan poin kemenangan.

You may also like

More in News