Dilansir dari kompas.com startup adalah perusahaan rintisan yang belum lama beroperasi atau masih dalam fase pengembangan. Walaupun secara fundamental belum kokoh, namun faktanya usaha baru ini begitu diminati terutama oleh kalangan milenial atau gen Z. Bahkan ada masa di mana bekerja di sebuah startup menjadi sebuah prestis tersendiri.
Memang terkesan keren bisa bekerja di sebuah startup, namun sayangnya tidak semua usaha rintisan ini sesuai ekspektasi dan berhasil. Banyak di antaranya yang akhirnya menemui kegagalan. Hal ini juga diamini oleh seorang Helmy Yahya. Ia bahkan mengutip tulisan seorang profesor Harvard yang mengatakan bahwa 65% startup dengan potensi tinggi mengalami kegagalan.
Seperti apa sosok pembawa acara Kuis Siapa Berani ini menanggapi tentang fenomena startup yang tak seindah kelihatannya? Ketahui lewat ulasan menarik berikut.
Realita startup adalah dekatnya dengan kegagalan
Bukan hanya dikenal sebagai entertainer handal, Helmy Yahya memiliki segudang pengalaman memiliki usaha sendiri. Berangkat dari keluarga yang juga memiliki usaha, pria yang pernah dijuluki sebagai Raja Kuis tersebut punya 40 perusahaan, di mana sebagian di antaranya berhubungan dengan dunia digital.
Dalam perbincangannya bersama kanal YouTube Arsjad Rasjid yang bertema ‘Bahas Suka Duka Industri Media Bareng Raja Kuis! | Coffee Break with Arsjad & Helmy Yahya,’ salah satu poin pembahasan adalah tentang bagaimana agar para entrepreneur muda tak mudah putus asa. Arsjad Rasjid mengutip tulisan dari Profesor Noam Wasserman dari Harvard University yang mengatakan bahwa 65% dari high potential startup gagal karena mengalami konflik internal perusahaan.
Menjawab pertanyaan Arsjad Rasjid, Helmy Yahya mengatakan bahwa dirinya memiliki sebuah cerita menarik yang berkaitan dengan kegagalan startup.
“Satu hari saya diundang oleh Erick (Thohir), ada BUMN Summit. Dibuka oleh Pak Jokowi, habis itu Erick, habis itu saya yang ngomong. Kaget betul Pak Jokowi ngomong, eh, 90% startup Indonesia itu gagal,” tuturnya.
Kepintaran tak cukup untuk sekadar jadi modal bikin startup
Saat tiba gilirannya berbicara, ada yang bertanya mengenai di mana kegagalan startup Indonesia, mengingat anak-anak muda saat ini memiliki daya pikir dan kreativitas luar biasa dalam mengembangkan sebuah gagasan menjadi perusahaan startup. Helmy Yahya kemudian menyampaikan kesimpulannya bahwa generasi muda Indonesia terlalu pede (percaya diri).
“Iya, lu lebih pinter dari gua. Tapi nggak cukup. Cuma pinter doang tuh nggak cukup. Perlu attitude, perlu hal-hal lain,” imbuh sosok yang pernah jadi partner Alya Rohali tersebut.
Ia melanjutkan penjelasannya dengan memberi contoh tentang sebuah startup dengan pendanaan yang cukup baik. Hanya saja, mereka yang ada di pucuk pimpinan memiliki usia muda.
“Ini kan ego-egonya gila. Banyak sekali perusahaan startup runtuh karena kalau mereka berantem, nggak ada yang bisa damai,” ungkap Helmy.
Kesuksesan startup adalah komunikasi dan kolaborasi
Dari cerita Helmy Yahya, bisa ditarik kesimpulan bahwa harus ada yang mengimbangi passion besar anak-anak muda terhadap startup, yaitu orang-orang tua yang lebih bijak dalam berpikir dan membuat keputusan, dengan pengalaman menekan egoisme demi kepentingan bersama. Lebih lanjut, Helmy menyebutkan yang diperlukan startup yakni para mentor atau advisor untuk mendampingi perkembangan perusahaan tersebut.
Helmy Yahya mengingatkan bahwa meski secara gagasan atau ide generasi yang lebih tua kalah dengan yang muda-muda, tapi mereka juga bisa diandalkan karena memiliki pengalaman dan network. Untuk itu, jangan sungkan berkolaborasi dengan orang-orang tua dalam menumbuhkan startup karena kerja sama dengan pihak yang tepat akan memberikan hasil yang lebih baik.
Helmy juga berpesan bagi para entrepreneur muda untuk tidak gegabah atau sombong, apalagi menganggap bahwa startup merupakan dunia anak muda saja. Pasalnya, akan ada banyak waktu di mana mereka juga harus berhadapan dengan orang tua. Misal, ketika menghadapi permodalan, yang memiliki ventures adalah mereka yang lebih berumur dari mereka.
Ia juga mengingat masa-masa memimpin Televisi Republik Indonesia (TVRI) sebagai Direktur Utama. Ia menyadari bahwa sumber daya manusia TVRI hampir sebagian besar berusia tua dan sedikit anak muda, Itu pun bukan anak muda terbaik.
“Kalau kita (TVRI) kompak saja belum tentu bisa jalan, apalagi nggak kompak. Saya satukan mereka dengan komunikasi. Let’s communicate. Let’s collaborate,” jelas Helmy Yahya.
BACA JUGA: Kegagalan Adalah Hal Lumrah Bagi Seorang Helmy Yahya, Begini Kisahnya Kepada Arsjad Rasjid
Memang tidak mudah dalam mengkolaborasikan gagasan di lingkungan yang memiliki lintas-generasi. Namun dengan kemauan untuk berkomunikasi demi menyatukan visi, serta komitmen menjaga kolaborasi, kesuksesan bagi sebuah startup adalah hal yang lebih mudah untuk diwujudkan.