Sejarah Mie Gacoan sebagai restoran spesialis mi yang berdiri tahun 2016 di kota Malang memang menarik untuk disimak. Pada saat itu, restoran ini bukanlah yang pertama kali menyajikan kuliner mie pedas kekinian yang jadi tongkrongan anak muda.

Namun yang menarik, sejak pertama kali berdiri hingga kini, Mie Gacoan selalu ramai dan viral menyaingi kompetitornya. Setiap kali membuka cabang baru, banyak anak muda berbondong-bondong mengantri karena penasaran ingin mencoba.

Berikut ini adalah sejarah mie gacoan, sekaligus membedah strategi bisnis yang membuatnya jadi salah satu restoran mie pedas paling hits dalam beberapa tahun terakhir.

Sejarah Mie Gacoan

Mie Gacoan dirintis pertama kali oleh Harris Kristanto di Malang pada tahun 2016. Ide untuk membuka bisnis kuliner ini lahir dari kesukaan sang pemilik yang merupakan penggemar mie pedas.

Pemiliknya sendiri memang seorang pengusaha muda asal Solo, yang juga lulusan Sarjana Ekonomi dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya tahun 2010. Lewat usahanya ini, Harris menawarkan menu mi dengan level kepedasan dan berbagai variasi makanan sampingannya.

Mie Gacoan memiliki keunikan, yaitu tempat parkir dan antrian yang selalu penuh setiap kali baru membuka cabang baru. Hingga kini, restoran mie pedas tersebut sudah memiliki sekitar 100 cabang di Pulau Jawa dan Bali, dengan omset lebih dari Rp 100 juta per hari.

Membedah rahasia sukses Mie Gacoan

Uniknya, Mie Gacoan bukan merek mie pedas pertama yang yang viral di Indonesia. Sebelumnya, sudah ada beberapa kompetitor pendahulu dengan antrean panjang yang mirip di Malang.

Namun, hype tersebut memang tidak bertahan lama seperti Mie Gacoan yang setiap kali membuka cabang, selalu ramai dikunjungi anak muda yang penasaran dengan rasanya. Apa yang membedakan Mie Gacoan dengan merek lain? Ternyata begini penjelasannya.

1. Branding unik

Nama “Gacoan” memiliki makna sebagai “jagoan”. Dengan nama tersebut, Gacoan ingin mengukuhkan diri sebagai brand mi pedas yang memiliki rasa berani dan menantang.

Selain itu, nama menu yang disajikan terbilang unik. Sebut saja Mie Gacoan, Mie Hompimpa, Es Gobak Sodor, di mana istilah tersebut cukup dekat dengan kehidupan konsumen milenial dan gen Z sehingga membuat mereka semakin penasaran untuk mencoba.

2. Membuat customer penasaran dan FOMO

Mie Gacoan memiliki level kepedasan 0-15 yang bisa dipilih sesuai selera konsumen. Hal ini membuat pembeli yang mayoritas dari kalangan anak muda, tertantang untuk menguji ketahanan mereka terhadap rasa pedas.

Bukan hanya dari level pedasnya, rasa penasaran ini juga muncul dari antrean panjang yang khas di setiap cabang restorannya. Rupanya, manajemen memang sengaja membuat trik 1 jalur antri dengan kasir yang hanya berjumlah satu orang.

3. Harga murah dengan kualitas tidak murahan

Harga produk makanan di Mie Gacoan sangat bersahabat, mulai dari Rp 4 ribu -15 ribu saja. Meskipun murah, rasa menu makanan dan kualitasnya tetap terjaga.

Didukung tempat yang cukup luas dan nyaman dengan konsep yang sangat disukai anak muda, membuat pelanggan merasa betah. Bahkan, ikut merekomendasikan Mie Gacoan sebagai tempat untuk berkumpul dengan teman

4. Aggressive expansion

Berikutnya, strategi ekspansi bisnis Mie Gacoan terbilang cukup agresif. Dalam waktu singkat, Mie Gacoan telah membuka lebih dari 100 cabang di Pulau Jawa dan Bali serta menyerap lebih dari 200 orang karyawan.

Dengan pembukaan cabang yang selalu ramai pengunjung, membuat restoran ini jadi pembicaraan di media sosial. Sehingga seperti mendapatkan ‘promosi gratis’ secara organik.

BACA JUGA: Lotek Kalipah Apo dan Petualangan Kuliner Arsjad Rasjid di Bandung

Dari sejarah Mie Gacoan kita bisa melihat bagaimana sebuah strategi bisnis yang matang dan kreatif, bisa membawa sebuah usaha kuliner sederhana jadi terdepan di kelasnya. Selain itu juga menjadi sebuah usaha yang menggerakkan ekonomi lokal dan menyerap banyak tenaga kerja.

You may also like

More in News