Kepastian penegakan hukum adalah salah satu faktor penting yang menentukan kemajuan sebuah negara. Hal ini sudah terbukti secara global, bahwa negara-negara dengan penegakan hukum yang baik memiliki progres yang lebih baik.
Inilah topik yang dibahas oleh Gita Wirjawan saat berdiskusi hangat bersama tokoh pengusaha nasional, Arsjad Rasjid. Dalam perbincangan yang bertema ‘Bernegara dan Berbisnis di Tengah Machiavellianisme,’ Gita bertanya mengenai kesiapan penegakan hukum di Indonesia, apakah sudah cukup untuk mendukung pembangunan Indonesia. Dalam pandangannya, komitmen Indonesia masih kalah jauh ketimbang Singapura dan ini didukung oleh banyak fakta, misalnya saja dalam penanaman modal asing.
“Kalau penanaman modal asing, ini kalau gue lihat Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Indonesia itu FDI per orang per tahunnya cuma 100 sampai 400 dolar. Singapura 19.000. Argumen bahwasanya Singapura negara kecil nggak laku, karena secara absolut, tahun 2021 mereka dapat 105 miliar (dolar). Setelah Singapura, itu namanya Indonesia yang dapat hanya 30 miliar (dolar),” kata Gita.
Catatan ini menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat jauh tertinggal dari Singapura. Gita menggarisbawahi bahwa secara geografi ataupun sumber daya alam, Indonesia punya keunggulan, tetapi investor lebih percaya untuk menaruh uang mereka di Singapura.
Penegakan hukum adalah kunci menjadi negara maju
Ingin tahu jawabannya kenapa? Karena masyarakatnya percaya dengan sistem dan ini erat kaitannya dengan kepastian penegakan hukum. Hal ini juga dibenarkan oleh Arsjad Rasjid yang mengatakan bahwa kunci negara maju adalah kepastian dalam penegakan hukum.
“Bukan (hanya) harus berani, itu adalah formula untuk Indonesia menjadi negara maju. No other ways. Itu adalah kunci,” tegas Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) untuk Pasangan Calon nomor urut tiga tersebut.
Gita setuju bahwa dengan penegakan hukum yang jelas, investasi akan mengalir deras. Ibarat gravitasi, air akan terus menuju muaranya. Hanya saja, gravitasi ini adalah definisi dari penegakan hukum. Sementara pemandangan di Indonesia, justru uangnya lebih banyak di luar negeri.
Yang harus dibenahi dalam penegakan hukum Indonesia
Jadi, apa yang salah dengan penegakan hukum di Indonesia?
“Dari konteks itu sebetulnya, pilihannya adalah balik ke manusianya. The person,” tukas Arsjad.
Ketua Umum PB Perpani tersebut mengaku sudah melakukan survei di Indonesia tentang apa sebenarnya yang rakyat inginkan. Dari situ diketahui bahwa ada tiga hal yang jadi impian masyarakat, yaitu lapangan pekerjaan, pendapatan yang baik dan biaya hidup yang tidak mahal, serta kepastian penegakan hukum.
“Jadi jelas-jelas masyarakat kita, bangsa kita desires, bahwa ini sudah waktunya. Satu kepastian hukum, satu perlindungan hukum. Kepastian hukum untuk yang di atas dan perlindungan hukum untuk yang.. rakyat,” jelasnya.
Pada akhirnya, Arsjad menyadari pentingnya implementasi hukum dan mau bagaimana pun, kita harus melangkah di proses ini. Ia mengingatkan bahwa bangsa ini harus siap bertransformasi. Di tahun 1998 kita sudah pernah mengalami reformasi. Jadi tidak perlu takut untuk melakukan reformasi lagi. Dalam hal ini, reformasi yang positif.
“Memang harus waktunya juga berubah dan ini nggak gampang. Tapi, there’s a leader yang mesti berani mengatakan, ‘Let’s do it!” ujar Arsjad.
Kepastian ekonomi dan hukum untuk Indonesia Emas 2045
Menurut Arsjad, Indonesia memiliki dua PR besar, yaitu ekonomi dan hukum. Kalau kita bisa membenahi keduanya, akan lebih mudah dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
“Kita bilang Indonesia Emas 2045. Waktu kita buat studi, untuk kita bisa nomor empat atau lima. enam, deh.. (perekonomian terbesar dunia), itu berarti economic growth di atas 7%, Chief. Kalau nggak, nggak bisa, Chief!” tegas Arsjad.
Pernyataan ini disetujui oleh Gita Wirjawan. Ia beranggapan bahwa sebenarnya perekonomian Asia Tenggara memiliki potensi untuk bisa tumbuh antara tujuh hingga delapan persen. Banyak pihak yang tidak sadar bahwa baseline pertumbuhan ekonomi kita hanya 5%, tetapi masih bisa ditambah dengan pertumbuhan yang didukung faktor lain, seperti Artificial Intelligence, blockchain, genomics, cadangan energi, robotics, dan lain sebagainya.
“Nggak usah pikirin teknologi dulu, Chief. Ada kepastian hukum, (pasti) naik, Chief!” timpal Arsjad.
Gita kembali menegaskan bahwa rendahnya FDI di sebagian besar negara Asia Tenggara (kecuali Singapura) itu hanya masalah persepsi, yaitu akibat dari kurang tegasnya penegakan hukum.
“We know it. Kita mendarat di Singapura, the rules work. Sistem itu trustworthy. Buang sampah, mikir,” seloroh Gita.
Menurutnya, persepsi tentang penegakan hukum seperti Singapura inilah yang harus diterapkan di Indonesia agar bisa menjadi negara maju. Dengan kepastian hukum, investor dan penyandang dana lokal tidak akan takut memutar uangnya di negeri sendiri.
“Dan ini gimana kita bisa mengubah persepsi di luar karena yang punya duit (investor) di luar dan kalau gue hitung M2 atau uang beredar yang ada di luar Indonesia itu di atas 100 triliun dolar. Gila banget!” ungkap Gita.
Pemerintah wajib beri jaminan untuk sistem hukum yang baik
Menurut mantan Menteri Perdagangan tersebut, ketika perekonomian dunia sudah lebih baik, akan lebih banyak perputaran uang yang mencari bidang-bidang investasi baru yang memerlukan ‘rumah.’
Dengan adanya program pembangunan berkelanjutan di Indonesia, Gita yakin bahwa kita juga memerlukan investasi sebagai solusi kebutuhan untuk percepatan transisi energi. Inilah benang merah yang harus dipahami oleh Pemerintah, yaitu dengan memperbaiki sistem hukum demi kesuksesan perubahan menuju energi baru terbarukan.
Arsjad juga memiliki opini yang sama, dengan catatan bahwa kita memerlukan pemimpin yang berani untuk mewujudkan penegakan hukum.
“Leadership. Penting sekali. Jadi makanya Indonesia punya continuation of government itu penting sekali,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo sudah menaikkan standar untuk kepercayaan dunia kepada Indonesia. Menurutnya, standar ini tidak boleh turun lagi. Apa pun harus dilakukan supaya kepercayaan dunia tersebut terus meningkat, terutama karena kita memiliki reputasi sebagai negara dengan demokrasi terbaik di dunia.
“Ini kan sudah bagus demokrasi kita. We need to make sure our demokrasi ini jalan dengan baik, then pick the right leaders yang mempunyai integrity, mempunyai values yang sangat jelas. Bisa membawa sesuatu ke negara ini karena baliknya (ke) trust, dan mau melakukan sesuatu (untuk) memastikan kepastian hukum,” terangnya.
Demokrasi bukan hanya tentang Pemerintah, tapi juga rakyatnya
Bicara tentang demokrasi yang baik, menurut Gita sebaiknya tidak hanya tentang Pemilihan Umum. Lebih dari itu, definisi demokrasi itu harus lebih kaya. Demokrasi juga harus bisa mewujudkan keadilan bagi masyarakat, mulai dari pendidikan, kesejahteraan, kesehatan, nilai moral dan nilai sosial.
“Ini kalau menurut gue, PR kita ke depan. Gimana supaya masyarakat luas itu memiliki intelektualitas yang luar biasa, kesejahteraan yang luar biasa, kesehatan yang luar biasa, nilai sosial, nilai moral,” ucap Gita.
Arsjad setuju dengan opini ini. Menurutnya, dengan dukungan demokrasi yang baik dan keadilan sosial bagi rakyat akan membuat kehidupan berbangsa kita menjadi lebih baik. Hampir semua faktor yang bersentuhan dengan masyarakat harus segera dibereskan Pemerintah sambil memikirkan bagaimana caranya untuk mengembangkan industri dalam negeri.
“Balik lagi. Supaya tidak (meleset), kita mesti punya clear roadmap for the next 25 years. Siapa pun leadership-nya. Singapura kan gitu, Chief. Kenapa can be worked so well, karena punya (integritas) ini,” ungkap Arsjad.
Ia menekankan bahwa para pendahulu kita sudah meletakkan pondasi pembangunan Indonesia. Bung Karno dengan semesta berencana, Pak Harto dengan GBHN. Namun usai era reformasi, fundamental itu seperti menghilang.
BACA JUGA: Arsjad Rasjid Bicara Ekonomi Pancasila dan Contoh Implementasinya di Indonesia
“Ini yang harus kita beresin dulu, fundamentalnya. Jadi, saya sih pengennya, ‘Yuk, kita fix the foundation’,” imbuh Arsjad.
Arsjad menekankan bahwa bicara tentang kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan itu penting. Tapi akan lebih penting bila dibarengi dengan perekonomian yang lebih baik. Kemudian, kemakmuran dan keadilan bisa terjadi hanya dengan kepastian penegakan hukum.