Salah satu perjalanan karir yang tak terduga dari seorang Helmy Yahya adalah ketika ditunjuk menjadi Dirut TVRI. Bagaimana tidak? Selama ini ia dikenal sebagai sosok di balik kesuksesan acara-acara seperti reality show atau kuis di layar kaca, kemudian tiba-tiba dipercaya untuk duduk di jabatan tertinggi Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Meski jabatannya tidak berlangsung lama, keberadaan Helmy Yahya sebagai Dirut TVRI memberi warna baru bagi stasiun televisi yang acaranya bisa dinikmati oleh masyarakat di seluruh Tanah Air tersebut. Di tangan Helmy Yahya, TVRI menjelma menjadi salah satu kanal favorit dengan berbagai acara yang tak kalah dengan televisi swasta.
Cerita tentang transformasi yang dilakukan selama menjabat sebagai Dirut TVRI tersebut ia kisahkan kembali saat diundang untuk berbagi inspirasi lewat kanal YouTube Arsjad Rasjid. Dalam perbincangan yang bertema ‘Bahas Suka Duka Industri Media Bareng Raja Kuis! | Coffee Break with Arsjad & Helmy Yahya.’
Tantangan besar mengubah citra saat jadi Dirut TVRI
Di awal segmen tentang kisah karirnya sebagai Dirut TVRI, Helmy Yahya mengakui bahwa tantangan yang dihadapi oleh TVRI sebenarnya bukan hanya kreativitas, tetapi proses bisnis yang harus segera diperbaiki.
“Bertahun-tahun, Pak Arsjad, disclaimer. Kalau perusahaan atau instansi yang kita pimpin unqualified, tidak WTP, artinya kita tidak akan pernah mendapatkan trust,” tegas pria yang pernah dijuluki Raja Kuis tersebut.
Permasalahan di TVRI membuat Helmy Yahya berkesimpulan bahwa stasiun televisi ini sulit untuk dipercaya dalam mencari rekanan karena finansialnya meragukan. Namun berkat tangan dinginnya selama menjabat sebagai Dirut TVRI, dan background di bidang accounting, secara perlahan namun pasti ia berhasil membenahi kanal televisi ini.
“Sebelum setahun sudah WDP, habis itu setahun WTP. Dari situ, SDM-nya kita kerjakan juga. Karena seluruh area improvement kita, mau di teknologi, mau di program, mau di keuangan, mau di SDM, mau di apa pun, run by the people.” ujarnya.
Membenahi kreativitas dan motivasi untuk berkompetisi
Bicara tentang sumber daya manusia, Helmy Yahya mengatakan bahwa saat ia menangani televisi ini, 72% pegawainya adalah ‘orang tua.’ Ia melanjutkan bahwa rekrutmen para pegawai tersebut tidak dipersiapkan untuk televisi zaman sekarang yang sarat dengan kompetisi.
“Bertahun-tahun juru kunci dan mereka nyaman-nyaman saja. Ini orang zona nyaman di tempat yang paling bawah” lanjut Helmy Yahya.
Dengan tidak adanya jiwa kompetitif, Helmy menyebut pegawai-pegawai tersebut tidak peduli dengan perkembangan Televisi Republik Indonesia. Kepada Arsjad Rasjid, Helmy Yahya berkata bahwa dirinya adalah orang yang pantang gagal. Semangat itu pun ia bawa saat menjabat sebagai Dirut TVRI. Ia punya niatan besar untuk membawa televisi nasional tersebut bisa bersaing dengan televisi-televisi swasta.
Salah satu strategi yang ia lakukan adalah dengan menjadikan TVRI sebagai ‘rumah’ bagi pecinta olahraga. Karena itu, ia tidak ragu membawa pertandingan olahraga-olahraga populer, seperti badminton dan sepakbola sebagai salah satu tayangan televisinya. Alasan mengapa ia melakukan dobrakan tersebut saat menjadi Dirut TVRI bukan hanya untuk menjaring penonton, namun juga menebar benih kepercayaan.
“Kalau kita itu sudah dipercaya orang, dapat barang orang lain belinya mahal, kita murah. Saya dapat (acara) gratis banyak banget. TVRI itu Formula E, di saya pertama kali,” kenangnya.
Helmy Yahya tidak sungkan untuk memastikan para rekanan bahwa TVRI adalah pilihan terbaik dalam bermitra karena jumlah penonton yang banyak dan jangkauan siaran ke seluruh Indonesia.
BACA JUGA: Channel Youtube Helmy Yahya Capai Jutaan Subscriber, Begini Ceritanya Kepada Arsjad Rasjid
“Dikasih gratis. Saya dapat (siaran) Coppa Italia, saya dapat BWF,” imbuh Helmy.
Itulah sekelumit kisah tentang perjalanan karir Helmy Yahya. Bukan hanya ulung sebagai pembawa acara, ia pun juga memberi lebih banyak warna ketika menjadi Dirut TVRI lewat berbagai terobosan yang ia lakukan.