Arsjad Rasjid menepis anggapan bahwa ASEAN pilah pilih partner bisnis. Menurutnya, konflik global, baik di bidang politik serta bisnis memaksa setiap negara, termasuk kawasan ASEAN untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan.
Dikutip dari Nikkei Asia, ada anggapan dari Kepala Lobi Bisnis Regional bahwa Asia Tenggara saat ini cenderung tertutup dalam bekerja sama dengan industri Eropa, Amerika Serikat dan Jepang demi mengurangi ketergantungan mereka pada industri China. Namun pendapat tersebut ditepis oleh Arsjad Rasjid. Ketua ASEAN-BAC ini justru menyesalkan terjadinya ‘perang dingin ekonomi’ sehingga memaksa banyak perusahaan untuk menciptakan portofolio “China dan non-China” bagi produk-produk mereka.
Dalam satu wawancara, Arsjad menyebutkan bahwa ASEAN sangat menyayangkan kejadian ini. Padahal saat ini ASEAN sedang berusaha memposisikan diri sebagai partner bisnis ideal bagi semua pihak. Selain itu, Ketua Kadin Indonesia tersebut juga mengatakan bahwa perseteruan dagang AS-China juga berdampak negatif bagi konsumen karena pemisahan rantai pasok bisa melemahkan skala ekonomi dan malah meningkatkan biaya produksi. Apalagi sebagian besar negara ASEAN sendiri saat ini sedang ‘proses’ berkembang sehingga menjadi hambatan bagi mereka untuk lebih maju.
“Kami membutuhkan investasi, kami perlu berdagang, kami perlu menjual. Kami ingin menjual ke China dan non-China,” ujarnya.
Arsjad menekankan bahwa ASEAN ingin merangkul semua pihak lewat strategi “friends to all” yang terbukti efektif dalam mendorong investasi asing langsung dan pertumbuhan ekonomi. Ia juga tegas bersikap bahwa ASEAN tidak akan berpihak.
“Kami berada di Jepang, Korea (Selatan)], AS, UE… tolong isi portofolio kami,” ungkap Arsjad.
Nikkei Asia juga menyoroti Jepang sebagai partner bisnis utama ASEAN. Sebuah ‘tradisi’ yang telah berlangsung selama lima dekade meski sudah mulai ada perubahan setelah para kompetitor, terutama dari China dan Korea Selatan hadir untuk meramaikan pasar Asia Tenggara.
Saat mengunjungi Jepang beberapa waktu lalu untuk event ASEAN-Japan Businessweek 2023, Arsjad menegaskan bahwa dunia bergerak dengan sangat cepat. Meski hingga saat ini Jepang masih menjadi partner bisnis terbaik, namun ia mengingatkan bahwa para pebisnis Jepang harus segera mengubah mindset mereka.
“Kelincahan harus ada di sana,” tegas pria yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk. tersebut.
Arsjad mengingatkan bahwa Jepang ‘lambat’ dalam mengambil keputusan dan hal ini bisa menimbulkan kerugian. Untuk itu, ia mengajak para pengusaha dari Negeri Matahari Terbit tersebut untuk sedikit meningkatkan selera risiko mereka.
Dalam laporan sementara yang menjabarkan visi hubungan dalam peningkatan ekonomi ASEAN, ada catatan bagi Jepang sebagai partner bisnis untuk ‘mendefinisikan kembali hubungan ekonominya.’
“Jepang harus menyadari apa yang diharapkan dari ASEAN, sambil memahami kekuatannya sendiri, dan berusaha memenuhi harapan tersebut,” lanjut Arsjad
Arsjad melihat bahwa saat ini ada banyak celah menuju persaingan dan kerja sama antara ASEAN dengan perusahaan-perusahaan di luar regional mereka. Salah satu contohnya adalah investasi sumber daya mineral yang mendorong ekosistem kendaraan listrik lewat produksi baterai Electric Vehicle (EV). Apalagi ASEAN mengincar target sebagai pusat produksi global bagi industri EV demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
BACA JUGA: Arsjad Rasjid Tekankan Soal Keamanan Pangan dan Harmonisasi Standar Pengolahannya di ASEAN
Secara terbuka, Arsjad menantang pemodal-pemodal asing untuk bersaing di ASEAN. Bukan hanya sebagai investasi, juga untuk mengamankan rantai pasok. Arsjad mengingatkan bahwa persaingan di bidang EV dalam waktu dekat akan semakin keras, terutama dalam hal harga dan desain. Tetapi Arsjad Rasjid menganggap bahwa kompetisi tersebut bisa memberikan kebaikan bagi semua.
“Persaingan itu bagus, tetapi Anda harus melihat persaingan dan saling melengkapi,” pungkasnya.