Permainan sepak bola merupakan sesuatu yang sangat menarik. Seorang pemain harus melakukan berbagai upaya agar timnya meraih kemenangan. Dari mencetak gol, menjaga ritme permainan, mempengaruhi keputusan wasit dengan sedikit ‘provokasi,’ mengulur-ulur waktu dengan pura-pura cidera untuk mempertahankan skor, dan banyak lagi lainnya.
Dengan berbagai strategi dan intrik di dalamnya, tak heran bila sepak bola menjadi olahraga yang sangat digemari di seluruh dunia. Tak hanya itu, permainan sepak bola juga menjadi sebuah analogi yang menggambarkan kehidupan Indonesia. Kira-kira seperti itulah yang ada di benak Arsjad Rasjid ketika menjadi undangan dalam bincang ringan di kanal YouTube Intrigue bersama Prof. Rhenald Kasali.
Arsjad Rasjid: Kehidupan Indonesia seperti permainan sepak bola
Salah satu topik yang dibahas dalam obrolan bertema ‘Diberitakan Jadi Ketua TPN Ganjar, Begini Roadmap Pemenangan Arsjad Rasjid | #IntrigueRK’ mengenai bagaimana seorang Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melihat cara hidup masyarakat di negeri ini. Arsjad Rasjid menggambarkannya seperti sebuah permainan sepak bola.
“Saya manusia, saya bilang, saya pernah merenungkan, saya baca buku namanya ‘Half Time.’ Jadi first half, second half. Permainan bola kan begitu, babak pertama, babak kedua, kan, Pak? Kehidupan manusia menurut saya begitu,” kata sosok yang juga menjadi Ketua Umum PB Perpani ini .
Melanjutkan penjelasannya, Arsjad kemudian mengatakan bahwa bahwa kehidupan sebuah negara itu sama dengan kehidupan manusia, yang artinya juga mirip dengan permainan sepak bola. Seperti pertandingan yang ada paruh waktu dan seorang manusia yang memasuki masa paruh baya dengan mid-life crisis, begitu juga dengan si kulit bundar yang memiliki half-time atau waktu turun minum.
Babak-babak kehidupan Indonesia terbagi dalam tiga masa
Lebih jauh Arsjad menjelaskan mengenai kehidupan Indonesia yang mirip dengan permainan sepak bola. Bila dilihat ke belakang, babak pertama dari Indonesia terjadi sejak tahun 1945, atau tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan hingga ketika kita mengalami puncak krisis moneter di tahun 1998 yang mendorong terjadinya reformasi.
Untuk waktu istirahat istirahat babak pertama, atau half time, Arsjad menandai periode waktu 1998 hingga 2019.
“Saya bilang itu (periode waktu) mid-life crisis Indonesia. Kenapa? Mencari jati diri,” ujar Presiden Direktur PT Indika Energy, Tbk. tersebut.
Di masa ini, Indonesia menjadi negara yang penuh cobaan. Tak hanya dihimpit oleh pihak lain, bangsa kita juga mengalami masa-masa adu domba dengan tujuan memecah persatuan. Itulah periode waktu yang disebut Arsjad Rasjid sebagai Indonesia yang mencari jati diri.
Kemudian Arsjad juga menjelaskan mengapa ia menandai 2019 sebagai akhir dari paruh waktu sebelum memasuki babak kedua. Saat dan setelah tahun tersebut, dimulailah babak kedua dari permainan ‘sepak bola’ di Indonesia. Bagi Arsjad ia melihat perkembangan dari kedewasaan dalam berpolitik.
“Lawan menjadi kawan. Diajak oleh Pak Jokowi, Pak Prabowo masuk ke dalam (kabinet). Prabowo masuk ke dalam itu mencontohkan Pak Jokowi mengangkat supaya, ‘Ayo, kita membangun bangsa ini, tujuan kita sama, memakmurkan kesejahteraan. Ayo, kita bangun sama-sama’,” terang Arsjad, menjelaskan simbol pertama dari kedewasaan politik di Indonesia.
Simbol kedua adalah ketika Presiden Joko Widodo dengan berani mencanangkan Indonesia Emas 2045. Sebuah target tinggi bagi bangsa yang, bisa dianggap, sering kali dianggap sebelah mata oleh negara-negara lain. Dari situ, Indonesia menginginkan perubahan sebagai negara dengan perekonomian terbesar kelima di dunia.
Sebuah visi yang sangat jelas dan tegas, yang sekaligus nantinya bisa menjadi kado ketika usia kemerdekaan kita mencapai 100 tahun di 2045 mendatang.
“Ambisius, Pak. Tapi itulah cita-cita yang kita harus punya, dong,” tegas Arsjad.
Memasuki babak kedua, mampukah Indonesia memenangkan pertandingan?
Dari dua simbol tersebut, Arsjad Rasjid menganggap bahwa kehidupan Indonesia telah memasuki babak kedua. Seperti permainan sepak bola, babak kedua adalah penentu kemenangan. Di momen ini, Indonesia ingin memiliki kemajuan dengan tujuan-tujuan yang jelas.
Persatuan sudah kita miliki, terutama dengan adanya gambaran yang disajikan para pemimpin kita lewat Kabinet Gotong Royong. Saatnya untuk meneruskan apa yang ingin diperjuangkan.
Seperti permainan sepak bola, Indonesia membutuhkan momentum untuk terus melaju, mengejar ketertinggalan angka, melewati hadangan lawan lewat kerja sama dan umpan-umpan antar anggota tim hingga ke depan gawang dan menceploskan bola ke jala lawan.
BACA JUGA: Politik Indonesia Hari Ini di Mata Seorang Arsjad Rasjid
Mari bergandeng tangan tanpa memberi ruang atau celah yang bisa merusak keutuhan bangsa dan bisa membuat langkah kita kembali ke titik nol. Bersama-sama kita bergerak dan menggapai cita-cita mewujudkan Indonesia Emas 2045.