Ekosistem bisnis yang padat dalam negara maju tak hanya memberi keuntungan, tapi juga dampak negatif. Salah satunya adalah kemungkinan pencurian merek dagang atau ide bisnis dari satu usaha untuk usaha lain.
Bahkan di Indonesia, yang saat ini sedang berusaha untuk menjadi negara maju, permasalahan merek dagang dan pencurian ide bisnis sudah cukup marak terjadi. Sengketanya pun tidak main-main dan melibatkan perusahaan-perusahaan besar yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis Tanah Air. Mulai dari platform layanan on-demand dan pembayaran, produk rokok, pasta gigi, makanan ringan wafer, hingga kulineran.
Jiplak merek dagang dan ide bisnis lain, boleh atau tidak?
Arsjad Rasjid berbagi inspirasi tentang aturan merek dagang dan ide bisnis. Topik ini disampaikan dalam salah satu video konten terbarunya di media sosial Instagram.
Dalam video tersebut Arsjad Rasjid disodori pertanyaan tentang pencurian atau penjiplakan brand dan ide bisnis. Misalnya, sebuah warung legendaris, sebut saja A, yang terkenal di daerahnya harus menghadapi bisnis lain (warung B) yang dengan sengaja mencomot nama warung miliknya, bahkan hingga buka beberapa cabang.
Tidak berhenti sampai di situ, warung B yang mengambil ide bisnis warung A tersebut juga mengklaim telah berdiri sejak lama. Padahal brand-nya masih baru. Bahkan sampai menu-menu yang dijual juga sama persis dengan yang dimiliki warung legendaris tersebut. Polemik semakin memanas ketika warung B juga mengklaim bahwa mereka adalah bagian atau cabang dari warung A. Padahal warung B menegaskan bahwa mereka tidak buka cabang.
Karena merasa sebagai bisnis warung biasa, B tidak pernah mendaftarkan nama usaha mereka ke HAKI. Namun, tanpa harus didaftarkan ke HAKI, apakah boleh merek dagang dan ide bisnis warung B dicomot oleh pihak lain?
Catat! Tanpa paten, usaha dan merek dagang sah ditiru siapa saja
Menjawab tentang masalah persaingan bisnis tersebut, Arsjad mencoba memandangnya dari segi hukum terlebih dahulu. Ketua Umum PB Perpani tersebut menyebut bahwa warung B tidak melanggar hukum.
“Apa yang dilakukan oleh brand baru ini memang tidak melanggar hukum karena warung A tidak mendaftarkan mereknya (ke HAKI),” ucapnya.
Lebih lanjut, Arsjad mengatakan bahwa situasi akan berbeda bila warung A mendaftarkan merek dagang dan ide bisnis mereka kepada pemerintah. Dengan kepemilikan atas brand dan ide bisnis yang sah, warung A bisa menuntut warung B.
Bicara mengenai menu makanan dan minuman yang disebut mirip antara warung A dan warung B, Arsjad mengatakan bahwa ada aturan yang mengatur persoalan tersebut.
“Produk kuliner sendiri adalah produk budaya. Kuliner tidak dapat ditelusuri siapa penciptanya dan banyak percampuran budaya di dalamnya,” ujar Arsjad.
Meski tanpa paten, menjiplak brand dan ide bisnis itu TIDAK BAIK
Melihat dari fakta tersebut, ia menganggap bahwa anggapan tentang menjiplak ide menu makanan dan minuman kurang tepat karena tidak bisa dipatenkan. Namun bila melihat dari segi etika berbisnis, Arsjad menjawab bahwa tindakan warung B yang dianggap meniru merek dagang dan ide bisnis warung A sebaiknya tidak dilakukan.
“Itu sama aja mengelabui pelanggan dan ‘menjiplak’ dari orang lain. Buat saya ini tidak jujur ke pelanggan-pelanggan kita. Padahal, kalau kita pede sama apa yang kita jual, pakai nama lain, laku-laku aja, kok!” pungkas Arsjad.
BACA JUGA: Melihat Peluang Bisnis Hingga Riset, Begini Tips Arsjad dalam Membangun Usaha
Stop pencurian ide bisnis dan merek dagang dari usaha lain. Buat diri sendiri jadi lebih kreatif dan orisinal. Niscaya, dengan semangat dan kerja keras untuk kepuasan pelanggan, usaha rintisan Anda pun juga bakal legendaris karena disukai banyak orang.