Jokes atau candaan adalah salah satu bentuk komunikasi untuk mencairkan suasana maupun membangun hubungan yang lebih akrab.
Meski demikian, ada batasan-batasan yang perlu diperhatikan dalam melontarkan candaan agar tidak malah menyakiti atau menyinggung perasaan orang yang menerimanya. Arsjad Rasjid mengingatkan bahwa tidak semua hal bisa dijadikan bahan bercandaan, terutama hal yang sensitif.
Keterampilan membuat jokes yang menghibur atau bahkan dapat memberikan pesan positif memang memerlukan skill tersendiri. Untuk lebih memahaminya, yuk simak perspektif dan tips dari Arsjad Rasjid berikut ini.
Daftar Isi
Hindari jokes terhadap isu sensitif
Candaan menjadi tidak empatik pada orang yang sedang berjuang
Memahami orang lain sebelum mengajak bercanda
Kita tidak dapat mengontrol reaksi orang, tetapi bisa mengendalikan cara bercanda
Hindari jokes terhadap isu sensitif
Kita perlu menyadari bahwa ada beberapa hal yang terlalu sensitif untuk diangkat sebagai jokes atau candaan. Misalnya tentang agama, fisik, tragedi dan sejarah, kesehatan serta berbagai isu sosial lainnya.
Sebagai contoh, tidak etis membuat lelucon tentang korban tragedi kemanusiaan atau bercanda tentang kondisi fisik orang yang disabilitas. Hal seperti ini merupakan jenis guyonan yang tidak sensitif dan nirempati.
Penting untuk memahami bahwa setiap ucapan kita dapat memberikan dampak mendalam bagi orang lain, baik itu statemen biasa maupun candaan. Terutama bila hal tersebut berkaitan dengan aspek pribadi, seperti trauma, pengalaman buruk atau kelemahan diri.
Jokes yang tidak pada tempatnya juga dapat memicu kemarahan publik. Misalnya berhubungan dengan isu SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) yang dapat menimbulkan reaksi lebih besar. Oleh karena itu, penting untuk menakar topik dan batas-batas dalam membuat candaan pada orang lain.
Candaan menjadi tidak empatik pada orang yang sedang berjuang
Arsjad Rasjid mengajak kita untuk lebih empatik sebelum melontarkan jokes. Terutama dalam melihat situasi dan kondisi orang lain. “Bisa jadi orang yang kita ajak bercanda, sering mengalami masa sulit,” ujar Arsjad Rasjid.
Sebagai contoh, kita bercanda pada orang yang baru kehilangan pekerjaan atau sedang dalam fase berduka. Bisa jadi hal tersebut terasa seperti tamparan dan beban di atas kesulitan yang dialami.
Bukannya lucu, guyonan tersebut malah membuat orang sakit hati. Oleh karena itu, ia mengingatkan pentingnya untuk mindful dan tetap sopan dalam membuat jokes.
Orang yang tidak bisa menerima jokes tersebut, bukannya tidak asik menurut Arsjad. Bisa jadi, kitalah yang tidak bisa menempatkan candaan dan perlu melakukan evaluasi terhadap cara berbicara dan bercanda.
Tidak ada salahnya belajar dari pengalaman tersebut dan menakar guyonan seperti apa yang sehat dan topik mana yang sebaiknya dihindari di masa mendatang. Dengan demikian, kita pun tidak sembarangan dalam melontarkan candaan.
Memahami orang lain sebelum mengajak bercanda
Saling bercanda dengan orang lain dapat mencairkan suasana dan menjadikan hubungan yang lebih akrab. Namun, perlu seni memahami orang lain sebelum menentukan jenis guyonan yang tepat.
Setiap orang tentu memiliki pengalaman, latar belakang dan batasnya masing-masing. Mengenal dan memahami orang-orang yang kita ajak berinteraksi dapat membantu kita membangun hubungan emosional dan komunikasi yang tepat.
Saat mengetahui ada rekan kita yang sedang berjuang melawan suatu penyakit, akan lebih bijaksana bila kita menghindari lelucon tentang kesehatan. Saat berada di tengah lingkungan yang menjunjung tinggi nilai agama, sebaiknya tidak melontarkan candaan yang berkaitan dengan nilai-nilai prinsip pada keyakinan tersebut.
Cara ini bukan hanya menghindari permasalahan atau situasi yang tidak nyaman. Namun juga upaya menghargai orang lain yang kita ajak berinteraksi.
Kita tidak dapat mengontrol reaksi orang, tetapi bisa mengendalikan cara bercanda
Arsjad Rasjid mempamungkasi pesannya bahwa kita tidak bisa mengontrol bagaimana orang lain merespons candaan kita. Namun, kita dapat mengontrol cara dan bahan candaan yang akan disampaikan.
BACA JUGA: Low Maintenance Friendship, Menjalin Pertemanan Berkualitas Meski Jarang Bertemu
Belajar memposisikan diri sebagai orang yang menerima candaan kita, agar dapat merasakan seberapa efektif dan tepat humor tersebut untuk disampaikan. Dengan demikian, kita bisa berkomunikasi dan membangun hubungan yang lebih baik dengan orang sekitar maupun audiens.














