Arsjad Rasjid prihatin dengan angka brain drain dan indeks human flight di Indonesia mencapai peringkat 82 (angka 5,7) pada tahun 2023. “Semakin tinggi angkanya, semakin banyak orang merasa bahwa Indonesia bukan tempat yang tepat untuk berkarir,” ujar Arsjad.

Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, namun tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun cukup mengkhawatirkan. Kepergian profesional muda dengan keterampilan tinggi ke luar negeri dapat menjadi masalah serius bagi pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.

Apa itu brain drain dan bagaimana dampak yang bisa terjadi pada potensi sumber daya manusia kita? Berikut ini pandangan Arsjad Rasjid tentang fenomena tersebut.

Apa itu brain drain?

Brain drain adalah fenomena di mana tenaga kerja berkualitas, terampil dan berpendidikan tinggi memilih untuk berpindah dari kota atau negaranya, ke tempat lain yang menawarkan peluang karir dan pendidikan lebih baik. Fenomena ini terutama dialami oleh para profesional berbakat di bidang sains, teknologi, hingga pendidikan.

Contoh kasus yang sering terjadi di lapangan adalah saat ilmuwan, guru besar atau insinyur yang pindah dan menetap di negara lain yang lebih mendukung keahlian mereka dan kesejahteraan hidupnya. Hal ini tentu dapat menyebabkan tempat asalnya kekurangan atau kehilangan tenaga ahli yang dibutuhkan.

Penyebab Brain Drain di Kalangan SDM Terampil dan Berpendidikan Tinggi

Terjadinya substansial emigration, istilah lain dari fenomena perpindahan ini, bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari penjelasan Arsjad Rasjid, berikut ini adalah beberapa penyebab yang menyebabkan para SDM terampil dan ekspertis ini memutuskan pindah dan mencari peluang yang lebih baik di negara lain.

1. Kesempatan ekonomi

Faktor yang sering menjadi pertimbangan utama adalah kesempatan ekonomi. Seperti kurangnya kesempatan karir di dalam negeri, gaji yang tidak sepadan, serta adanya jenjang karir dan fasilitas seperti untuk penelitian, kesehatan serta kesejahteraan sosial yang lebih memadai di luar negeri.

2. Kompetisi yang terlalu tinggi

Penyebab lainnya adalah kompetisi yang terlalu tinggi dengan lapangan kerja yang terbatas. Hal ini membuat para cendekiawan dan ahli mengalami stagnasi, kekurangan ruang untuk berinovasi serta tidak mendapat apresiasi yang layak untuk kontribusi yang bisa mereka berikan.

3. Kesempatan pendidikan

“Akses pendidikan berkualitas juga bisa jadi daya tarik bagi akademisi dan pelajar,” ujar Arsjad Rasjid. Kurangnya fasilitas dan dukungan terhadap akses pendidikan tinggi, riset, atau pelatihan profesional sehingga individu berbakat ini kesulitan untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka, dapat mendorong keinginan mencari peluang di negara lain yang memiliki penawaran lebih baik.

Dampak keluarnya SDM dan individu berbakat dapat menghambat target Indonesia Emas 2045

Fenomena brain drain dapat memberikan dampak yang signifikan bila tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius dari pemerintah serta pemangku kebijakan lainnya. Dampak utamanya adalah berkurangnya para ahli, profesional dan sumber daya berketerampilan tinggi yang semestinya dapat menjadi motor penggerak pembangunan dan inovasi nasional.

Efek lainnya adalah menambah permasalahan ketimpangan sosial dan ekonomi karena kurangnya tenaga ahli yang semestinya dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan kesejahteraan di berbagai daerah.

BACA JUGA: Human Capital jadi Sudut Pandang Arsjad Rasjid Terhadap SDM

Dengan adanya fenomena ini, harapannya Indonesia semakin berbenah dan menyadari pentingnya berinvestasi pada sejumlah segmen penting seperti fasilitas pendidikan, inovasi dan riset hingga teknologi, serta memberikan apresiasi yang layak bagi profesional dan tenaga ahli yang kita miliki. Sehingga dapat menjaga aset bangsa untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 mendatang.

You may also like

More in News