Dunia memanah Indonesia memang selalu bisa diandalkan dalam mengharumkan nama bangsa. Tak hanya meloloskan atlet-atletnya ke Olimpiade Paris 2024, kita juga akan punya wakil dalam Paralimpiade Paris 2024 nanti, lho!
Tercatat ada tiga nama untuk panahan paralimpik yang kini sedang mempersiapkan diri untuk bertarung di ajang internasional bagi atlet penyandang disabilitas ini. Mereka adalah ialah Kholidin dan Setiawan yang tampil di nomor recurve men open, serta Ken Swagumilang yang berlaga di nomor compound men open.
Bicara tentang Paralimpiade memang tak bisa lepas dari panahan. Olahraga memanah, seperti yang kita ketahui, sudah dikenal oleh manusia sejak ratusan tahun silam sebagai kemampuan untuk berburu dan perang. Siapa sangka, kini para penyandang disabilitas pun bisa ikut berprestasi dalam kompetisi panahan paralimpik.
Gagasan itu berawal dari sosok dokter bernama Ludwig Guttmann yang merawat para veteran perang. Diawali dari keinginan untuk merehabilitasi pasien di Rumah Sakit Stoke Mandeville lewat olahraga panahan, muncul turnamen bagi para penyandang disabilitas, termasuk panahan paralimpik, pada tahun 1948. Kompetisi itu rutin digelar setiap tahun hingga akhirnya diikuti oleh peserta internasional sejak 1952 dan terus berkembang hingga menjadi jadwal-jadwal event panahan internasional untuk atlet penyandang disabilitas.
Secara garis waktu, berikut adalah perkembangan olahraga panahan paralimpik.
Tahun 1948, lahirnya panahan paralimpik di rumah sakit Inggris
Berawal dari kegiatan untuk terapi bagi mereka yang sakit, sang dokter, Ludwig Guttmann menyelenggarakan pertandingan untuk pasien penyandang disabilitas di Rumah Sakit Stoke Mandeville. Yang menarik, ternyata jadwalnya sama dengan gelaran Olimpiade 1948. Tercatat ada empat belas pria dan dua wanita yang terjun dalam kompetisi memanah. Dari satu kemeriahan di Stoke Mandeville, acara ini kemudian menjadi agenda yang rutin digelar setiap tahun.
Tahun 1952, resmi menjadi event internasional
Kemeriahan di Stoke Mandeville akhirnya menarik minat dari masyarakat luas. Dari kompetisi untuk warga Inggris, akhirnya bergabunglah tim panahan paralimpik dari Belanda untuk ikut berlomba bersama pasien-pasien di rumah sakit tersebut. Tonggak sejarah yang terjadi pada tahun 1952 ini dikenal sebagai First International Stoke Mandeville Games.
Tahun 1960, panahan paralimpik dipertandingkan di Paralimpiade Roma
Dari Rumah Sakit Stoke Mandeville, akhirnya para penyandang disabilitas memiliki kesempatan untuk berkompetisi setelah munculnya Paralimpiade. Sejarah mencatat bahwa Paralimpiade pertama digelar di Roma, bersamaan dengan Olimpiade Roma 1960. Tentu saja, panahan paralimpik menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan waktu itu dengan 19 peserta dari delapan negara yang ikut berkompetisi.
Yang menarik, panahan paralimpik di Paralimpiade Roma mempertandingkan kompetisi memanah dan dartchery. Sementara itu, World Archery sebagai induk olahraga panahan dunia masih belum mengakui disiplin dartchery. Walau begitu, dartchery tetap menjadi cabang olahraga yang dipertandingkan di Paralimpiade hingga tahun 1980.
Panahan dan Barcelona 1992
Olimpiade Barcelona 1992 menjadi event yang menakjubkan bagi perkembangan panahan. Sebuah pembukaan yang ikonik ketika atlet panahan paralimpik Spanyol, Antonio Rebollo melepaskan tembakan dengan api di ujung anak panah dan secara tepat sasaran menyalakan obor Olimpiade.
Sebagai catatan, Antorino Rebollo merupakan nama besar di dunia panahan Paralimpik. Ia memenangkan tiga medali di tiga gelaran Paralimpik. Bahkan setelah berhasil menyalakan obor Olimpiade, beberapa minggu kemudian ia merebut medali perak di nomor recurve men’s team.
London 2012, Zahra Nemati yang luar biasa
Pada gelaran Paralimpiade London 2012, panahan paralimpik diikuti oleh 139 atlet dari 29 negara. Digelar di Royal Artillery Barracks di Woolwich, 5000 pasang mata dibuat takjub oleh seorang wanita bernama Zahra Nemati. Atlet panahan paralimpik asal Iran ini tak hanya merebut medali emas di Paralimpiade. Lebih dari itu, ia juga memenangkannya di Olimpiade.
Sebagai catatan, London 2012 adalah Olimpiade yang pertama sejak World Archery menggantikan peran Komite Paralimpik Internasional di tahun 2009 untuk event-event panahan paralimpik. Para atlet penyandang disabilitas diberi kesempatan untuk bertanding di level Olimpiade bersama atlet berbadan sehat, tentunya dengan ketentuan yang sudah diatur oleh induk olahraga panahan dunia tersebut.
Rio 2016, gelaran pertama untuk W1
Pada Paralimpiade Rio de Janeiro 2016, panahan paralimpik digelar di venue yang sama dengan Olimpiade Rio, yaitu Sambodromo. Kompetisi ini diikuti 137 pemanah dari 40 negara. Ini adalah momen di mana salah satu sistem klasifikasi baru dipertandingkan kepada para pemanah, antara open atau W1. Tentu saja, rancangan kompetisi mengalami banyak perubahan dibandingkan sebelumnya, di mana ajang-ajang untuk beregu dihilangkan dan diganti dengan tim campuran (mixed team).
Tokyo 2020 yang tertunda
Virus Covid-19 melumpuhkan dunia. Banyak hal baik yang harus ditunda, termasuk Paralimpiade Tokyo 2020. Memasuki era baru yang penuh kecanggungan setelah semua orang dijauhkan antara satu dengan lainnya demi mengurangi dampak penularan.
But, the show must go on. Paralimpiade Tokyo akhirnya digelar pada tahun 2021 di venue yang sama dengan Olimpiade. Panahan paralimpik diselenggarakan di Yumenoshima Park dengan jumlah atlet yang sama sejak 2016.
BACA JUGA: Atlet Disabilitas dalam Panahan: Sejarah, Klasifikasi, Hingga Kompetisinya
Dari Rumah Sakit Stoke Mandeville, panahan paralimpik terus bertumbuh menjadi ajang olahraga prestisius dengan dipertandingkan di Paralimpiade. Kita doakan semoga tiga atlet kita mampu memberikan yang terbaik dan menyumbangkan medali di Paralimpiade Paris 2024.