Raymond Chin baru-baru ini menjadi perbincangan banyak orang karena konten video TikTok viral di masyarakat. Ia membahas isu yang cukup ‘panas’ belakangan ini, yaitu eksistensi social commerce yang menimbulkan pro kontra bagi pelaku ekonomi di Indonesia.
Akhir-akhir ini pertumbuhan UMKM di Indonesia bisa dibilang kurang bergeliat, di mana salah satu contohnya adalah toko-toko seperti di Tanah Abang Jakarta yang terlihat sepi. Banyak pihak menuding bahwa ini sebagai akibat dari minimnya regulasi yang mengatur tentang perdagangan melalui media sosial, dalam hal ini TikTok Shop. Setelah Pemerintah turun tangan, akhirnya aktivitas jual-beli via live streaming media sosial ini dihentikan.
Raymond Chin, sebagai salah satu influencer keuangan populer di Indonesia, juga membahas isu ini. Bahkan video konten yang ia buat tentang persaingan antara UMKM Indonesia dan TikTok viral dan menjadi perbincangan banyak orang. Tentang hal ini juga ia bahas saat menjadi narasumber untuk podcast bersama Arsjad Rasjid dengan tema ‘TikTok Shop Tutup? Jangan Panik Dulu! | Coffee Break with Arsjad & Raymond Chin.’
Di Tiktok viral video Raymond, opini netizen terpecah
Dari pembahasan mengenai berdedikasi pada negara, tentang sumbangsih apa yang bisa dilakukan generasi muda kepada Indonesia, Raymond Chin sampai pada penjelasan video TikTok viral miliknya yang menjelaskan bagaimana masyarakat harus bersikap terhadap pelarangan TikTok Shop oleh Pemerintah. Pasalnya, keputusan ini menimbulkan ‘kepanikan’ di media sosial. Bahkan muncul juga perdebatan panas dari sisi netizen.
Secara tegas Raymond mengatakan kepada Arsjad tentang adanya kemungkinan taktik memecah belah bangsa, yang di masa penjajahan dulu dikenal dengan strategi ‘devide et impera.’
“Isu-isu kayak gitu itu nggak boleh kita biarkan simpang siur. Harusnya yang kayak gini tuh nggak memecahkan warga negara kita. Harusnya ini menyatukan kita,” kata Raymond.
Fakta yang harus dipahami adalah aplikasi TikTok tidak di-ban, tidak dilarang keberadaannya dan masih bisa kita gunakan untuk berbagi video. Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 31 Tahun 2023 mengenai polemik pelarangan TikTok Shop, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melindungi pedagang dalam negeri, sekaligus menciptakan keadilan dalam dunia usaha Indonesia.
“Permendag yang paling baru itu state bahwa TikTok dipisahkan untuk make sure, kalau tujuannya melindungi UMKM dan fair play, persaingan bisnis yang lebih sehat. Tapi semua orang sudah teriak-teriak dulu. Semua orang sudah kayak, “Aduh..” Orang TikTok saja belum kelihatan kaya’ mau ngapain, belum ada hasilnya, begitu,” lanjut alumnus Binus University tersebut.
Kepada para pengguna dan penggemar TikTok di Indonesia, Raymond menegaskan agar tetap tenang dan tidak panik. Jangan sampai situasi ini justru menimbulkan ketidakrukunan di antara warga negara.
Lebih lanjut Raymond menjelaskan bahwa sebaiknya netizen yang vokal menyuarakan pertentangan akibat polemik TikTok ini untuk melihat jangka panjang dari Permendag tersebut. Raymond mengatakan bahwa sebelum videonya tentang TikTok viral, ia sudah pernah membuat konten lainnya mengenai kekhawatiran terhadap daya saing domestik dengan negara lain.
“Semua orang kayak komplain tentang UMKM. ‘Oke lihat, nih. TikTok dipisah Tanah Abang makin ramai, nggak?’” ungkap Raymond menirukan komentar-komentar dari netizen.
Bagi Raymond, seharusnya cara pandang masyarakat tidak seperti itu. Ia mengingatkan bahwa UMKM memiliki 60% dari Produk Domestik Bruto Indonesia. Selain itu, 97% lapangan kerja juga dari UMKM dan 98% UMKM kebanyakan adalah para pengusaha mikro.
“Kita ngomongin tentang ibu-ibu yang menjahit hijab. Mau bagaimana pun, they are our backbone. Itu (UMKM) yang bikin negara kita kuat (menghadapi) badai ekonomi 2023, gitu loh” tutur Raymond.
Artinya, di balik keputusan Pemerintah tersebut ada upaya untuk menyelamatkan usaha-usaha yang dimiliki oleh masyarakat kecil. Ada keinginan untuk mendahulukan kepentingan rakyat, sekaligus menyelamatkan mata pencaharian dari jutaan masyarakat Indonesia. Inilah yang harus dipahami oleh netizen yang saat ini, mungkin masih merasa ‘dirugikan’ oleh keputusan untuk menutup TikTok Shop.
Tentang praktik Dumping
Raymond menegaskan bahwa masalah muncul ketika TikTok masuk ranah commerce. Baginya, sah-sah saja TikTok menjadi social media dengan social investing-nya. Tetapi ia sangat menentang strategi penjualan TikTok yang bagi banyak negara merupakan praktik ilegal, yaitu DUMPING.
Sebagai catatan, praktik DUMPING ini merupakan cara untuk mengekspor barang-barang dan dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan negara asalnya dengan tujuan menguasai pasar dari negara yang dituju oleh ekspor tersebut. Praktik ini jelas akan mematikan UMKM dan produksinya karena secara harga sangat menarik minat masyarakat tanpa memperhatikan kualitas dari produk tersebut.
Raymond juga melihat preferential treatment, di mana hanya segelintir orang saja yang diuntungkan oleh TikTok Shop, tanpa memandang pedagang lain yang juga menggunakan platform ini. Pengguna yang sudah populer penjualannya akan sering dilihat orang sementara mereka yang baru memulai bakal sangat sulit, bahkan mustahil untuk menghadapi persaingan ini.
“Powernya kalau sudah punya algoritma di social media dan di shop, it’s up to them,” imbuh CEO Sevenpreneur tersebut.
Mendengar penjelasan Raymond, Arsjad Rasjid yang juga seorang pengusaha menimpali bahwa keputusan Pemerintah untuk menutup TikTok Shop sebenarnya adalah langkah untuk melindungi UMKM, para pedagang yang menjadi tulang punggung negara ini dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
“Sebetulnya dengan apa yang dilakukan ini (menutup TikTok Shop), untuk menjaga keluarga besar UMKM kita semua. Apalagi UMKM yang produksi benar-benar lokal. Begitu, kan? Saya setuju banget!” tegas Arsjad.
Arsjad sangat prihatin melihat semakin menurunnya daya saing produksi lokal. Sebagai contoh, batik-batik yang dijual oleh banyak para pedagang pun bukan lagi bikinan perajin batik dalam negeri dan justru buatan luar negeri. Sebuah ironi untuk bangsa yang konon dikenal karena batik sebagai salah satu kekayaan budayanya.
Untuk itu, Arsjad merasa perlu adanya langkah edukasi bagi masyarakat untuk semakin menghargai produk dalam negeri. Ia mengingatkan bahwa Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat bagus dibandingkan negara lain, merupakan target yang sangat empuk bagi negara lain. Apa pun motivasi yang mereka miliki, termasuk demi merusak reputasi tersebut sekaligus menghambat laju development negara kita yang sudah sangat baik ini.
BACA JUGA: Cerita di Balik Keputusan Raymond Chin yang Ingin Berdedikasi untuk Kemajuan Indonesia
Jadi, jangan duluan panik akibat video TikTok viral Raymond Chin. Justru ini adalah saat yang tepat untuk melakukan introspeksi diri. Sudahkah kita mencintai bangsa ini? Atau malah sebaliknya, cinta kita hanya cinta buta yang sekadar ucapan tanpa tindakan yang merugikan serta berpotensi meruntuhkan harapan Indonesia untuk menjadi negara maju?