Sosok Arsjad Rasjid semakin populer di Indonesia. Tak hanya tentang kedekatannya dengan anak muda karena sering berbagi ‘ilmu kehidupan’ lewat Instagram pribadi, sejarah pendidikan Arsjad Rasjid juga bagaikan kisah sinetron, lho.
Anda yang sudah lama mengikuti tokoh pengusaha nasional ini pasti sangat paham bagaimana turbulensi perjuangan seorang Arsjad Rasjid untuk mencapai kesuksesan hingga seperti sekarang. Dari kecil, ia sudah harus jauh dari orang tua yang menginginkan anaknya menjadi orang yang disiplin, dewasa, serta bertanggung jawab sejak dini.
Cerita masa lalu Arsjad Rasjid yang penuh lika-liku ini ia tumpahkan saat menjadi narasumber dalam podcast YouTube ‘End Game’ bersama Gita Wirjawan. Dengan tema ‘Bernegara dan Berbisnis di Tengah Machiavellianisme,’ Arsjad menggali kembali kenangan-kenangan masa kecilnya.
“Lu tuh belajar komputer, terus gimana sih (cerita pendidikan Arsjad Rasjid)?” tanya Gita Wirjawan kepada Arsjad.
Tidak biasa, Arsjad Rasjid sekolah di luar negeri sejak kelas 4 SD
Menjawab pertanyaan tersebut, Arsjad mengaku bahwa pada awalnya ia juga sama penasarannya dengan Gita Wirjawan. Memang, bagi kita yang terbiasa bersekolah, diantar di pagi hari dan dijemput orang tua di siang hari, kehidupan masa kecil Arsjad yang sudah jauh dari orang tua sejak kelas 4 Sekolah Dasar adalah pemandangan yang sangat aneh.
Tak mau terjebak dalam penasaran, Arsjad menjelaskan kepada Gita bahwa dirinya pernah bertanya kepada sang Ibu, Hj. Suniawati, mengapa seorang anak berusia sembilan tahun malah harus jauh dari orang tua.
“Jadi waktu itu gue anak umur sembilan tahun. Terus gue bilang sama nyokap, sama Ibu. ‘Bunda, tega sekali ya umur sembilan tahun saya dikirim ke luar negeri’,” ucap Arsjad, menirukan pertanyaannya kepada sang Ibu sambil tertawa.
Ya, sejak usia sembilan tahun Arsjad Rasjid bersekolah ke luar negeri, seorang diri. Bahkan, ia berangkat sendirian ke Singapura, tanpa didampingi orang tua. Kepada Gita ia mengatakan bahwa dirinya kemudian dititipkan kepada keluarga keturunan Arab dan tinggal di salah satu sudut kamar yang kecil.
Mandiri sejak dini demi menumbuhkan kedewasaan Arsjad
Apakah Arsjad Rasjid menyesali keputusan orang tuanya? Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud tersebut mengaku, ‘Tidak.’ Meski masih kecil dan berpisah dengan orang tuanya, ia menegaskan bahwa dirinya tidak menangis. Kepada Gita ia mengatakan bahwa saat itu dirinya tidak merasa panik atau takut.
Di Singapura, pendidikan Arsjad Rasjid hingga Secondary School. Setara dengan Sekolah Menengah Pertama di Indonesia. Ia kembali mengingat perkataan orang tuanya, yaitu sang Ayah yang mendorong dirinya untuk harus dewasa.
Usai di Singapura, pendidikan Arsjad Rasjid lanjut ke Amerika Serikat
Karena itulah H.M.N. Rasjid (nama Ayah dari Arsjad Rasjid) menyuruh dirinya untuk tetap sekolah di luar negeri seusai menempuh pendidikan di Singapura. Bahkan di negara yang lebih jauh dari Indonesia.
“Sekarang waktunya ngambil sekolah lagi, yang lebih jauh,” ujar Arsjad menirukan ucapan Ayahnya.
Dengan pertimbangan sekolah di luar negeri yang lebih jauh, pendidikan Arsjad Rasjid lalu berlanjut ke Amerika Serikat. Ia bercerita sulitnya proses untuk mendapatkan izin bersekolah di negeri Paman Sam karena tidak adanya teknologi internet seperti sekarang ini.
“Jadi kita mesti ke kedutaan, datengin, cariin, mana sekolah, segala macam,” kenangnya.
Setelah melakukan research untuk ‘calon’ sekolahnya, Arsjad mendapatkan beberapa kandidat yang kemudian ia serahkan kepada Ayahnya. Dalam hati Arsjad muda, ia mendambakan bersekolah di daerah-daerah elit, seperti California, sehingga berupaya agar sang Ayah bisa menerima pilihannya.
Pada akhirnya, sang Ayah setuju untuk menyekolahkan anaknya di kawasan tersebut. Hanya saja, pilihan institusi pendidikannya tidak sesuai dengan yang diinginkan Arsjad.
“Akhirnya waktu itu, dia (Ayah) yang milih. Nah, dia milih, simple. Karena Ayah itu bekas tentara, jadi pas lihat sekolah, ‘Eits, ada military school.’ Untungnya bukan military school tapi bekas military school. Like, almost there,” seloroh Arsjad.
Tentu saja, pilihan tersebut membanggakan bagi sang Ayah, tapi mengkhawatirkan untuk Arsjad Rasjid. Namun ia tetap menghormati apa yang sudah ditentukan baginya.
“That was his choice. Sudah, saya masuk (pilih). Akhirnya pergi ke sana,” lanjut pria yang sangat peduli dengan pertumbuhan UMKM dalam negeri tersebut.
Dengan berbekal tekad yang kuat, Arsjad kembali melangkah pergi, lebih jauh dari keluarga untuk bersekolah setingkat SMA di Southwestern Academy, San Marino, California. Semangat belajar membuat Ketua Umum PB Perpani ini berhasil menyelesaikan studinya dan lanjut ke jenjang college.
Ada cerita lucu yang menyertai langkah Arsjad Rasjid menjadi anak kuliahan Amerika. Di usia 18, sambil daftar universitas, ia juga mengajukan permohonan untuk mendapatkan kartu kredit.
“Ternyata ketika datang, nih, dua dokumen segala macam. Gue yang buka bukannya dokumen (universitas), gue buka credit card dulu, Bos. Pertama kali punya itu, punya credit card,” ucap Arsjad sambil terbahak.
Dari USC ke Pepperdine, dari Insinyur ke Ilmu Bisnis
Terlepas dari kartu kredit pertama Arsjad Rasjid di Amerika Serikat, ia memilih opsi universitas yang ada di sekitar Los Angeles karena dirinya sudah jatuh cinta dengan kehidupan masyarakat sekitar. Ini karena pendidikan Arsjad Rasjid sejak SMP sudah di sana.
Karena keinginannya untuk mengambil teknik mesin. Pada awalnya ia ingin mencoba electrical engineering, tetapi nasib tampaknya menggariskan Arsjad untuk menekuni computer engineering di University of Southern California (USC).
Dua tahun berlalu, muncul dilema di pikirannya. Kesibukan belajar yang sangat ketat membuat dirinya ‘iri’ dengan kehidupan mahasiswa lain yang masih sempat memiliki waktu luang untuk bersenang-senang.
“Wah, ini nggak bener, nih. Kalau begini gue nggak hidup, nih,” ujarnya.
Setelah berdiskusi dengan teman sebangsa yang juga menjadi temannya sejak masih SMA di Amerika Serikat, Arsjad mempertimbangkan untuk pindah universitas ke Pepperdine University sekaligus banting setir dengan dunia yang dipelajarinya, menjadi ilmu bisnis.
Tidak mudah bagi Arsjad untuk mengutarakan keinginannya untuk berpindah jurusan sekaligus universitas. Menjadi seorang Insinyur bukan hanya apa yang dikejar oleh Arsjad, tetapi juga keinginan sang Ayah. Butuh waktu yang lama bagi dirinya untuk berani membuka pembicaraan tentang keinginannya pindah belajar kepada sang Ayah.
Nasib sepertinya memang menginginkan Arsjad untuk belajar ilmu bisnis. Bayangan bahwa Ayahnya akan marah besar ternyata salah. Sang Purnawirawan TNI tersebut terlihat tenang mendengarkan keinginan putranya.
“‘Ya sudah, kamu mau apa? Ya sudah. Kalau kamu pikir itu (yang terbaik), ya, take it’,” tutur Arsjad menirukan jawaban Ayahnya.
Restu Ayah menjadi kelegaan hati untuk Arsjad Rasjid. Tanpa beban ia menyelesaikan kuliah bisnisnya di Pepperdine University.
Hanya saja, ketika ingin mengambil jenjang yang lebih tinggi, sang Ayah jatuh sakit. Hal itu membuat Arsjad tidak jadi mengambil gelar Master dan memilih pulang ke Indonesia.
BACA JUGA: Arsjad Rasjid Mengenang Perjuangan Masa Sekolah di Amerika di Podcast Anang Hermansyah
Itulah cerita tentang liku-liku pendidikan Arsjad Rasjid yang sudah jauh dari orang tua sejak usia belia. Terbukti, pilihan orang tuanya menciptakan sosok yang tidak hanya handal dalam bidang bisnis, tetapi juga peduli dengan masyarakat sekitar. Termasuk langkahnya dalam mendorong pertumbuhan usaha-usaha mikro, kecil, serta menengah.