Mampukah para pelaku pasar tradisional bersaing di era bisnis digital?
Pasar tradisional merupakan ‘ciri khas’ Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hampir setiap negara di kawasan ini memiliki pasar tradisional sebagai salah satu roda penggerak perekonomian nasional, tempat bertemunya para pedagang dan pembeli yang ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Bagi seorang Arsjad Rasjid, yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, pasar tradisional erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi negeri ini. Hal ini tak lepas dari adanya capaian untuk target Indonesia Emas 2045 dengan mendorong ekonomi inklusif dan keberlanjutan pembangunan Indonesia. Tak terkecuali para pedagang pasar tradisional.
Dalam konten video YouTube-nya, yaitu episode ketiga dari Nongkrong Bareng Arsjad, membahas pentingnya digitalisasi dalam meningkatkan usaha para pedagang pasar tradisional. Ia mengunjungi Pasar Tomang Barat di Tanjung Duren. Di sana dirinya bertemu dengan sosok pelaku UMKM, Mpok Siska Ria Yunita, yang merupakan pedagang pasar pemilik kios Agung Sayur.
Mpok Siska merupakan salah satu pedagang yang memanfaatkan digitalisasi untuk memajukan usahanya. Kini pembeli tak hanya mereka yang datang ke lapaknya, tetapi juga para pelanggan online. Bagaimana kisah Mpok Siska berani mendobrak zaman dengan menjadi pedagang pasar tradisional masa kini yang ter-digitalisasi?
Dari Barista, Mpok Siska kini sukses jualan sayur di pasar tradisional
Berdagang sayur di pasar merupakan ‘switching carrier’ bagi seorang Mpok Siska. Mengawali perbincangan di Nongkrong Bareng Arsjad, terungkap bahwa dirinya dulu pernah memiliki pekerjaan sebagai barista. Namun karena desakan ekonomi, yaitu pandemi dan tanggung jawab untuk meneruskan usaha mertua, menjadikan Mpok Siska sebagai pedagang di pasar tradisional.
“Saya barista hampir kurang lebih sepuluh tahun. Setelah itu kan (pandemi) Covid juga. Terus ditambah lagi kenapa saya bisa merintis (usaha sayur) karena mertua sakit. Mau nggak mau, saya bantuin suami buat usaha datangnya,” kata wanita yang senang dipanggil Tamara ini.
Mpok Siska menjelaskan bahwa dirinya memulai usaha tersebut, justru ketika Indonesia sedang dihantam badai virus Covid-19, yaitu sekitar bulan Oktober 2020. Padahal, masifnya penularan dan korban jiwa yang bertumbangan justru membuat banyak pedagang pasar tradisional menghentikan aktivitas usahanya. Dengan modal Rp35 juta, termasuk untuk sewa kios, Mpok Siska bersama suaminya memberanikan diri untuk tetap buka usaha sayur mereka di masa pandemi.
“Alhamdulillah tabungan saya sendiri. Hasil dari dulu kerja barista, ditabung,” lanjut Mpok Siska.
Keputusannya yang seperti ‘melawan arus’ tersebut tidak membuatnya khawatir akan rugi karena sepi pembeli. Meski ada sedikit ketidakyakinan, secara tegas ia mengatakan bahwa dirinya saat itu optimis berjualan sayur di pasar tradisional.
Sempat khawatir, Mpok Siska optimis jualan sayur meski didera pandemi
Ditanya Arsjad Rasjid mengenai tantangan sebagai pedagang pasar tradisional di masa pandemi, Mpok Siska menjelaskan tentang hadirnya kekhawatiran. Masyarakat mengalami ketakutan akibat Covid-19. Banyak yang lebih memilih untuk mengurung diri ketimbang tertular virus yang menelan ribuan korban jiwa di Indonesia tersebut.
“Ke pasar orang pada takut Covid. Lagi tinggi-tingginya, kan? Usaha dagang saja, kita buat modalin lagi, tuh, muter-muter, Pak. Sampai saya berpikir, ‘Wah, kalau saya begini terus kita, udahlah, kita usaha di mobil saja. Mana kita kan punya cicilan juga dulu, Pak,” cerita Mpok Siska.
Salah satu ide jualannya saat ini adalah dengan menawarkan konsep serba lima ribu. Ia memiliki keyakinan bahwa harga tersebut bisa menggoda konsumen untuk membeli produk dagangannya.
Di balik duka, tentu ada suka. Melanjutkan kisahnya berjualan sebagai pedagang pasar tradisional di era pandemi, Mpok Siska mengatakan kepada Arsjad Rasjid bahwa kondisi tersebut membuatnya ingin terus berbenah diri. Tanggungan keluarga, berupa cicilan dan lain sebagainya menjadi cambuk untuk menjadi lebih baik.
Bikin lapak digital, Agung Sayur makin terkenal
Usahanya kian membaik setelah dirinya ditawari untuk berjualan daring menggunakan aplikasi yang menghubungkan konsumen dengan pedagang pasar tradisional secara daring, yaitu GrabMart. Awalnya, Mpok Siska ragu menggunakan platform ini karena masih asing buatnya. Setelah penjelasan dari pihak aplikasi tentang cara berjualan via GrabMart, ia pun memberanikan diri untuk mencobanya.
Di awal Mpok Siska mulai berjualan via platform belanja online, ia merasa kurang yakin karena tidak ada orderan yang masuk. Ditambah lagi suami yang kurang percaya dengan sistem belanja online hingga memicu perdebatan antara keduanya. Namun keraguan itu pupus ketika pembelian mulai terjadi di bulan Februari 2021.
“Sempat, lah, kita galau gitu, ya. Sudah bikin aplikasi tapi kok masih belum ada orderan. Kita sudah lupain awalnya. Eh, pertama ada orderan masuk itu di bulan Februari, Pak,” tutur Mpok Siska.
Perubahan cara belanja masyarakat, dari langsung datang ke pasar tradisional ke belanja online selama masa pandemi memberi berkah bagi Mpok Siska yang tekun dan percaya bahwa sistem belanja ini akan semakin diminati masyarakat. Sang suami yang sempat ragu karena cara tersebut dianggap ribet justru kini berbalik 100% mendukung Mpok Siska.
“Malah dia (suami) sekarang yang gesit bikin promo,” selorohnya
Ditanya mengenai persaingan di pasar tradisional, Mpok Siska menjelaskan kepada Arsjad Rasjid bahwa seperti dirinya, para pedagang percaya bahwa rezeki sudah ada yang atur. Yang penting baginya adalah memberikan pelayanan terbaik. Ia bercerita bahwa sebelum masa pandemi dan berjualan online, ia menyempatkan diri untuk mengantarkan sayuran langsung kepada pelanggan.
BACA JUGA: Tips UMKM Naik Kelas Menurut Arsjad Rasjid
“(Persaingan) nggak usah dipikirin. Fokus saja sama usaha kita,” imbuhnya.
Hal ini tak hanya ia terapkan di pasar tradisional, tetapi juga ketika melayani pembeli online. Ia memberikan produk-produk terbaik dengan harapan pelanggan puas dengan pelayanannya dan tidak ragu berbelanja lagi di lapaknya.